Ketiga, secara substansi, naskah RUU Sisdiknas yang beredar secara tidak resmi belum komprehensif, banyak hal fundamental hilang, tidak diatur, dan pasal-pasalnya ambigu.
Keempat, Naskah Akademik dan Draft RUU Sisdiknas resmi sampai sekarang belum dipublikasi oleh Kemendikbudristek padahal ini adalah amanat dalam UU No.12/2011 tentang Pembentukan Undang-Undang yang menyatakan bahwa penyebarluasan dilakukan sejak penyusunan Rancangan Undang-Undang, dan setiap Rancangan peraturan Perundang-Undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
Kelima, Perubahan UU Sisdiknas yang dilakukan secara tergesa-gesa dan tidak transparan justru akan menimbulkan banyak persoalan di masa depan. Urgensi saat ini bukanlah perubahan UU Sisdiknas, melainkan pemulihan pembelajaran di masa Pandemi Covid-19 yang sampai saat ini masih menjadi persoalan serius bagi guru, siswa dan orang tua.
Berdasarkan pertimbangan di atas, APPI merekomendasikan hal ini:
Pertama, Perubahan UU Sisdiknas belum urgen di tengah pemulihan belajar karena Pandemi Covid-19. Sebaiknya Pemerintah fokus pada prioritas pemulihan pembelajaran yang terkait pada berbagai masalah sosial-ekonomi seperti kesehatan mental, ketertinggalan literasi, anak putus sekolah, peningkatan kapasitas guru dalam merespons tantangan dan perkembangan selama masa pandemi Covid-19.
Kedua, ketergesaan dalam merancang UU Sisdiknas tidak akan menghasilkan produk UU Sisdiknas yang visioner dan membawa kemajuan bagi pendidikan nasional. Pragmatisme jangka pendek dalam merancang UU Sisdiknas harus dijauhkan dan lebih mengutamakan penyiapan sistem pendidikan yang maju dan tanggap tantangan zaman yang penuh ketidakpastian.
Ketiga, Kemdikbudristek perlu mengintegrasikan 23 undang-undang yang terkait pendidikan dan pembahasannya melibatkan banyak pihak serta membuka ke publik Naskah Akademik dan Draft RUU Sisdiknas. UU Sisdiknas semestinya menjadi alat untuk menata berbagai macam tumpang tindih regulasi yang menghambat kemajuan pendidikan.