APPI Minta DPR Tidak Memasukkan RUU Sisdiknas ke Dalam Prolegnas Prioritas 2022

Nusantaratv.com - 24 Maret 2022

Ilustrasi siswa sekolah sedang melakukan upacara. (maxmanroe.com)
Ilustrasi siswa sekolah sedang melakukan upacara. (maxmanroe.com)

Penulis: Supriyanto

Nusantaratv.com - Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI) yang terdiri dari Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah, Majelis Pendidikan Kristen (MPK) di Indonesia, Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK), Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Persatuan Tamansiswa, dan Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (HISMINU) melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Dengan Komisi X DPRI RI, di Jakarta, Kamis (24/3).

APPI meminta agar DPR tidak memasukkan RUU Sisdiknas ke dalam Prolegnas Prioritas 2022 dan merekomendasikan agar Kemendikbudristek membentuk Panitia Kerja Nasional RUU Sisdiknas yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk mendesain Peta Jalan Pendidikan Nasional, Naskah Akademik dan draft RUU Sisdiknas.

Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI) berpendapat bahwa pembaruan UU Sisdiknas diperlukan, tetapi pembaruan ini memerlukan kajian yang mendalam, naskah akademik yang komprehensif, dan keterlibatan publik yang luas secara bermakna.

Uji Publik Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang dilakukan oleh Kemendikbudristek mengejutkan publik karena dilakukan dengan tergesa dan pelibatan publik yang minim.

APPI telah menemukan beberapa masalah fundamental dalam draft RUU Sisdiknas yang telah diuji publik dengan partisipasi terbatas. Beberapa masalah itu adalah sebagai berikut:

Pertama, Kemendikbudristek hanya akan mengintegrasikan tiga undang-undang ke dalam RUU Sisdiknas, yaitu UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, dan UU Pendidikan Tinggi. Sementara ada 23 (dua puluh tiga) UU yang terkait dengan pendidikan namun tidak diintegrasikan ke dalam proses ini untuk menuju Satu Sistem Pendidikan Nasional.

Kedua, Kemendikbudristek merencanakan mengajukan Naskah Akademik dan Draft RUU Sisdiknas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022, padahal sejauh ini pelibatan publik sangat minim dan banyak bagian-bagian di Naskah Akademik serta pasal-pasal di dokumen RUU Sisdiknas bermasalah.


Ketiga, secara substansi, naskah RUU Sisdiknas yang beredar secara tidak resmi belum komprehensif, banyak hal fundamental hilang, tidak diatur, dan pasal-pasalnya ambigu.

Keempat, Naskah Akademik dan Draft RUU Sisdiknas resmi sampai sekarang belum dipublikasi oleh Kemendikbudristek padahal ini adalah amanat dalam UU No.12/2011 tentang Pembentukan Undang-Undang yang menyatakan bahwa penyebarluasan dilakukan sejak penyusunan Rancangan Undang-Undang, dan setiap Rancangan peraturan Perundang-Undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Kelima, Perubahan UU Sisdiknas yang dilakukan secara tergesa-gesa dan tidak transparan justru akan menimbulkan banyak persoalan di masa depan. Urgensi saat ini bukanlah perubahan UU Sisdiknas, melainkan pemulihan pembelajaran di masa Pandemi Covid-19 yang sampai saat ini masih menjadi persoalan serius bagi guru, siswa dan orang tua.

Berdasarkan pertimbangan di atas, APPI merekomendasikan hal ini:

Pertama, Perubahan UU Sisdiknas belum urgen di tengah pemulihan belajar karena Pandemi Covid-19. Sebaiknya Pemerintah fokus pada prioritas pemulihan pembelajaran yang terkait pada berbagai masalah sosial-ekonomi seperti kesehatan mental, ketertinggalan literasi, anak putus sekolah, peningkatan kapasitas guru dalam merespons tantangan dan perkembangan selama masa pandemi Covid-19.

Kedua, ketergesaan dalam merancang UU Sisdiknas tidak akan menghasilkan produk UU Sisdiknas yang visioner dan membawa kemajuan bagi pendidikan nasional. Pragmatisme jangka pendek dalam merancang UU Sisdiknas harus dijauhkan dan lebih mengutamakan penyiapan sistem pendidikan yang maju dan tanggap tantangan zaman yang penuh ketidakpastian. 

Ketiga, Kemdikbudristek perlu mengintegrasikan 23 undang-undang yang terkait pendidikan dan pembahasannya melibatkan banyak pihak serta membuka ke publik Naskah Akademik dan Draft RUU Sisdiknas. UU Sisdiknas semestinya menjadi alat untuk menata berbagai macam tumpang tindih regulasi yang menghambat kemajuan pendidikan.


Keempat, DPR menolak usulan Kemendikbudristek untuk memasukkan RUU Sisdiknas sebagai Prolegnas Prioritas 2022. 

Kelima, Kemendikbudristek perlu membentuk Panitia Kerja Nasional RUU Sisdiknas yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk mendesain Peta Jalan Pendidikan Nasional, Naskah Akademik dan draft RUU Sisdiknas.

Pernyataan yang bisa dikutip:

“Draft RUU Sisdiknas cenderung mensimplifikasi persoalan pendidikan yang kompleks, seperti tata kelola guru yang saat ini terfragmentasi di dalam institusi yang berbeda, dilaksanakan oleh aktor yang berbeda-beda, dan dengan peraturan yang berbeda-beda pula, bahkan bertentangan satu sama lain. Ini mengakibatkan peranan dan eksistensi guru semakin terabaikan. Transformasi menuju sistem pembelajaran yang bermutu terganjal oleh tata kelola guru yang terfragmentasi.” (Unifah Rosyidi, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI)

“Perubahan UU Sisdiknas berpotensi menimbulkan kegaduhan baru yang tidak perlu dan akan segera menjadi perdebatan hukum yang berpotensi diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Bahkan, harapan Presiden tentang soal peningkatan kualitas SDM tidak akan tercapai. Energi kita lebih baik diarahkan kepada perbaikan sistem dan tata kelola pendidikan menghadapi disrupsi,” ((Unifah Rosyidi, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI)

“Pembuatan UU yang baik mempersyaratkan adanya partisipasi masyarakat yang lebih bermakna (meaningful participation) dalam seluruh tahapan, mulai perencanaan, penyusunan, dan pembahasan. Faktnya, hal ini tidak dilakukan dalam perencanaan RUU Sisdiknas.” (David Tjandra, Ketua Umum Majelis Pendidikan Kristen di Indonesia)

“Undang-undang yang terkait dengan pendidikan bukan hanya UU Guru dan Dosen, UU Pendidikan Tinggi, dan UU Sistem Pendidikan Nasional, tetapi seluruhnya ada 23 undang-undang yang harus diintegrasikan karena saling terkait satu lain. Kalau semua itu tidak dipilah dan diintegrasikan maka UU yang baru nanti malah akan menimbulkan kompleksitas perundangan yang tidak diinginkan. Misalnya UU Pendidikan Kedokteran, UU Pesantren, UU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.” (Alpha Amirrachman, Sekretaris Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah).

“Tujuan pendidikan nasional di dalam Naskah Akademik diredusir menjadi profil pelajar Pancasila. Ada kecenderungan sekedar melanggengkan program temporer Kemendikbudristek.” (Alpha Amirrachman, Sekretaris Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah).


“Madrasah merupakan bagian penting dalam sistem pendidikan nasional. Namun, peranan madrasah selama ini terabaikan. UU Sisdiknas 2003 sudah memperkuat peranan madrasah dalam satu tarikan nafas dengan sekolah, meskipun integrasi sekolah dan madrasah pada praktiknya kurang bermakna karena dipasung oleh UU Pemda. Alih-alih memperkuat integrasi sekolah dan madrasah, draft RUU Sisdiknas malah menghapus penyebutan madrasah.” (Arifin Junaidi, Ketua Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara - HISMINU).

“RUU Sisdiknas perlu memasukkan prinsip pendidikan ekologis demi pembangunan berkelanjutan demi kesejahteraan seluruh rakyat dan kelestarian lingkungan alam. RUU juga perlu mengakui koeksistensi sekolah swasta yang memiliki keunikan, kekhasan, misi dan visinya untuk mencerdaskan bangsa,” (Romo Vinsensius Darmin Mbula, OFM, Ketua Majelis Nasional Pendidikan Katolik)

“RUU Sisdiknas sebaiknya dirancang secara visioner, mengembangkan paradigma-paradigma besar pendidikan yang inovatif dan futuristik. Karena itu, perlu pendekatan yang komprehensif dalam menata berbagai ekosistem pendidikan dalam satu Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana amanat dalam Konstitusi. Draft RUU Sisdiknas yang diajukan Kemendikbudristek lebih merupakan sistem pembelajaran dan persekolahan daripada Sistem Pendidikan Nasional.”

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close