Nusantaratv.com - Rusia merekrut warga Suriah untuk berperang di Ukraina saat invasi Moskow meluas ke sejumlah kota di Ukraina, kata pejabat Amerika Serikat (AS) kepada Wall Street Journal (WSJ).
"Rusia, yang telah beroperasi di dalam wilayah Suriah sejak 2015, dalam beberapa hari terakhir telah merekrut pejuang dari sana, berharap keahlian mereka dalam pertempuran di perkotaan dapat membantu merebut Kiev dan memberikan pukulan telak bagi pemerintah Ukraina," demikian WSJ mengutip empat pejabat AS, seperti dilaporkan Al Arabiya, Senin (7/3/2022).
Seorang pejabat mengatakan pejuang Suriah sudah berada di Rusia bersiap untuk memasuki Ukraina.
Sebuah outlet Suriah yang berbasis di Deir Ezzor mengatakan Rusia telah menawarkan sukarelawan sejumlah uang antara US$200 (Rp2,8 juta) hingga US$300 (Rp4,3 juta) untuk pergi ke Ukraina dan beroperasi sebagai penjaga selama enam bulan sekaligus.
Laporan WSJ muncul tiga hari setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menuding pasukan Ukraina menggunakan perisai manusia, dan tentara bayaran asing dari Timur Tengah memerangi pasukan Rusia di darat.
"Fakta bahwa kami berperang secara khusus melawan neo-Nazi ditunjukkan oleh jalannya permusuhan. Formasi nasionalis dan neo-Nazi, dan di antara mereka ada tentara bayaran asing, termasuk dari Timur Tengah, bersembunyi di balik warga sipil sebagai tameng manusia," kata Putin.
Saat invasi Rusia ke Ukraina memasuki hari ke-12, pejabat pemerintah internasional dan laporan intelijen mengatakan operasi militer Moskow terlambat dari jadwal karena menghadapi perlawanan tak terduga dari pasukan Kiev.
Pihak berwenang Ukraina sejak awal membuka pintunya bagi sukarelawan internasional yang bersedia berperang di negara itu. Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengatakan kepada CNN pada Minggu (6/3/2022), ada sekitar 20.000 pejuang asing bergabung dengan upaya Ukraina untuk mengusir invasi Rusia, sebagian besar dari Eropa.
Sejauh ini, konflik tersebut telah menyebabkan puluhan korban sipil. Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) pada Senin (7/3/2022) mengatakan pihaknya mencatat 406 tewas dan 801 terluka, memperkirakan angka itu sebenarnya jauh lebih tinggi.
"Sebagian besar korban sipil yang tercatat disebabkan oleh penggunaan senjata peledak dengan area dampak luas, termasuk penembakan dari artileri berat dan sistem roket multi-peluncuran, serta serangan rudal dan udara," terang OHCHR.