Nusantaratv.com-Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyampaikan pandangan dan sikap tentang persoalan yang terjadi di Rempang-Galang, Provinsi Kepulauan Riau.
Pandangan dan sikap PBNU tersebut disampaikan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dengan didampingi jajaran pengurus PBNU pada jumpa pers mengenai isu-isu mutakhir Plasa PBNU, Jl. Kramat Raya 164 Jakarta Pusat, Jumat (15/9/2023).
Berikut isi lengkap pandangan dan sikap PBNU tentang persoalan Rempang-Galang:
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memandang perlu menyampaikan pandangan dan sikap terkait persoalan Rempang-Galang, dengan terlebih dahulu perlu mengemukakan beberapa hal yang penting dan mendasar sebagai berikut:
1. PBNU senantiasa menyimak dengan seksama seraya terus mengawal derap langkah kehidupan kita bersama dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
2. PBNU berpegang teguh pada itikad baik dan nilai-nilai keutamaan serta bersandar pada objektivitas dalam menentukan pandangan, posisi, sikap dan perannya, dan
3. PBNU selalu mendorong berbagai pihak agar mengutamakan musyawarah (syura') dalam mencari jalan keluar bagi persoalan hidup bersama;
Baca juga: Nusantara TV dan PBNU Teken Nota Kesepahaman (MoU) Pembuatan Media Dakwah Publik di Televisi
Selanjutnya dalam menyikapi persoalan Rempang-Galang, PBNU menyampaikan pandangan sebagai berikut:
1. Dalam pandangan PBNU, persoalan Rempang-Galang merupakan masalah yang terkait pemanfaatan lahan untuk proyek pembangunan. Persoalan semacam ini terus berulang akibat kebijakan yang tidak partisipatoris, yang tidak melibatkan para pemangku kepentingan dalam proses perencanaan kebijakan hingga pelaksanaannya. Hal ini kemudian diperparah oleh pola-pola komunikasi yang kurang baik, PBNU meminta dengan sungguh-sungguh kepada Pemerintah agar mengutamakan musyawarah (syura') dan menghindarkan pendekatan koersif;
2. Komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Waqi'yah pada Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama telah membahas persoalan pengambilan tanah rakyat oleh negara. PBNU berpandangan bahwa tanah yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun, baik melalui proses iqtha' (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya' (pengelolaan lahan), maka hukum pengambilalihan tanah tersebut oleh pemerintah adalah haram. Namun demikian, PBNU perlu menegaskan kembali agar menjadi perhatian semua pihak bahwa hukum haram tersebut jika pengambilalihan tanah oleh Pemerintah dilakukan dengan sewenang-wenang. Hasil Bathsul Masail tersebut tidak serta merta dapat dimaknai menghilangkan fungsi sosial dari tanah sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan konstitusi kita. Pemerintah tetap memiliki kewenangan untuk mengambil-alih tanah rakyat dengan syarat pengambilalihan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undagan, dengan tujuan untuk menciptakan sebesar-besar kemakmuran rakyat, dan tentu menghadirkan keadilan bagi rakyat pemilik dan/atau pengelola lahan;
3. PBNU mendorong pemerintah untuk segera memperbaiki pola-pola komunikasi dan segera menghadirkan solusi penyelesaian persoalan ini, dengan memastikan agar kelompok yang lemah (mustadh'afin) dipenuhi hak-haknya, serta diberikan afirmasi dan fasilitasi;
4. PBNU mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk lebih meyakinkan masyarakat mengenai pentingnya proyek strategis nasional dan kemaslahatannya bagi masyarakat umum, serta memastikan tidak adanya perampasan hak-hak serta potensi kerusakan lingkungan hidup dan sumber daya alam; dan
5. PBNU selalu membersamai dan terus mengawal perjuangan rakyat untuk mendapatkan keadilan melalui cara-cara yang sesuai kaidah hukum dan konstitusi. Selanjutnya PBNU juga mengimbau kepada masyarakat Rempang-Galang agar menenangkan diri dengan memperbanyak zikir serta taqarrub kepada Allah, serta tetap memelihara sikap husnudhon terhadap pemerintah dan aparat keamanan.
Semoga kita senantiasa mampu mengambil pelajaran demi kemajuan kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.