Nusantaratv.com-Sikap lunak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang akhirnya bersedia untuk memberlakukan gencatan senjata di Jalur Gaza, Palestina menuai kecurigaan dari banyak kalangan. Pasalnya, sebelumnya Netanyahu selalu menolak keras tawaran gencatan senjata. Termasuk dari Joe Biden ketika masih menjabat sebagai Presiden AS.
Namun setelah Donald Trump yang menggantikan Joe Biden melalui khususnya Steve Witkoff meminta Netanyahu, orang nomor satu di Israel itu langsung mengiyakan. Lalu terhitung mulai Minggu 19 Januari 2025, Israel sepakat gencatan senjata dengan Hamas.
Kenapa Netanyahu mendadak berubah sikap terkait gencatan senjata di Gaza? Apa kesepakatan rahasia antara Trump dengan Netanyahu di balik kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas?
"Trump telah memberikan banyak keuntungan bagi Israel di masa kepemimpinannya yang pertama sebagai Presiden Amerika Serikat. Itu sebabnya Netanyahu bersedia menerima usulan gencatan senjata dari Trump. Ada transaksi rahasia antara Trump dan Netanyahu terkait kepentingan Israel ke depan," kata Pengamat Timur Tengah, Musthafa Abd Rahman dalam acara DonCast di Nusantara TV yang dipandu jurnalis senior Nusantara TV Don Bosco Selamun dan Donny de Keizer.
Salah satu transaksi rahasia antara Trump dan Netanyahu, kata Musthafa, adalah gagasan untuk merelokasi warga Gaza ke Mesir dan Yordania termasuk ke Indonesia.
"Kalau ke Indonesia secara geografis dan politik engga nyambung," ujar Musthafa.
Menariknya, usulan relokasi warga Gaza yang dilontarkan Trump, ternyata selaras dengan keinginan Israel sejak lama, tepatnya sejak 1967.
"Memang ini proyek politik ama Israel. Sejak 1967 sejak selesai perang Arab-Israel yang dimenangkan oleh Israel. Saat itu Perdana Menteri Israel Levi Eshkol dan Menteri Pertahanannya Moshe Dayan. Maka saat itu muncul proyek yang terkenal dengan nama Eshkol Dayan. Yang isinya adalah menegaskan akan memindah Jalur Gaza ke Mesir dan atau Jordania," tutur Musthafa.
Musthafa menyebut proyek politik memindahkan warga Gaza ke Mesir dan Yordania menjadi keinginan semua pemimpin Israel setelah era Levi Eshkol, seperti Golda Meir, Yitzhak Rabin, hingga Netanyahu.
"Golda Meir selalu bilang saya impian saya ketika saya bangun tidur jalur Gaza ini sudah ditelan laut," imbuhnya.
Karena itu Netanyahu bersedia menerima usulan Trump untuk melakukan gencatan senjata di Gaza. Apalagi Israel telah melihat dan merasakan keberpihakan Trump terhadap mereka saat menjadi Presiden AS 2016-2020.
"Pada periode pertama Trump memindahkan kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem. Dia mengakui Yerusalem
yang bersatu sebagai ibu kota kota Israel. Setelah itu bulan Mei 2018 dia membatalkan secara sepihak kesepakatan nuklir Iran tahun 2015. Lalu pada 2019 Trump mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan milik Suriah. Dan saat kepemimpinannya akan berakhir pada 2020, Trump membuat kesepakatan Abraham Accord antara Israel dan sejumlah negara Arab dari Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan dan Maroko," terangnya.
Bahkan kemunculan Trump juga berhasil melunakkan sikap dua menteri Israel yang sebelumnya mengancam akan mundur kalau Netanyahu menerima gencatan senjata.
"Israel terlalu banyak hutang budi pada Trump," tandasnya.
Menurut Musthafa, Israel bersedia kompromi dengan Trump karena meyakini akan meraup banyak keuntungan dari langkah politik dan kebijakan Trump.
"Misalnya Abraham Accord akan membuka jalan bagi Israe membangun hubungan inversasi dengan Arab Saudi. Ini kan luar biasa. Ini kan impian Israel," ucapnya.
"Begitu juga dengan proyek politik untuk merelokasi warga Gaza ke Mesir dan Yordania. Kalau itu terwujud. Sesuai dengan impian lama sejak 1967. Ini kan luar biasa secara politik," pungkasnya.