Ini Sejarah Kenapa 10 November Diperingati Sebagai Hari Pahlawan

Nusantaratv.com - 10 November 2021

Ilustrasi Bung Tomo (kibrispdr.org)
Ilustrasi Bung Tomo (kibrispdr.org)

Penulis: Supriyanto

Nusantaratv.com Hari Pahlawan diperingati tiap tanggal 10 November. Peringatan ini berawal dari peristiwa pertempuran di kota Surabaya pada tanggal yang sama di tahun 1945. Pertempuran arek-arek Surabaya itu meletus sebagai perlawanan terhadap tentara Inggris.

Hari Pahlawan ditetapkan untuk memperingati perjuangan para pahlawan yang gugur dalam pertempuran melawan penjajah (tentara Inggris) pada 10 November 1945 yang terjadi di Surabaya. 

Sesuai dengan Keputusan Presiden No. 316 Tahun 1959 tentang penetapan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan, hari-hari Nasional yang bukan hari libur. Seperti kita ketahui bersama, peristiwa 10 November 1945 menjadi perjuangan antikolonial terbesar dan tersulit dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. 

Baca Juga: Wapres Ma’ruf Hadiri Upacara Peringatan Hari Pahlawan

Menurut situs resmi Kemdikbud, peristiwa 10 November 1945 bermula saat tentara Inggris mendarat di Surabaya pada 25 Oktober 1945. Tentara Inggris termasuk dalam kelompok sekutu atau Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI). Pihak Netherlands Indies Civil Administration (NICA) juga ikut membonceng dan tiba di Surabaya.

Pertempuran di kota tersebut menjadi simbol nasional perlawanan Indonesia atas kolonialisme. Ini adalah peperangan pertama Indonesia dengan pasukan asing setelah proklamasi. Perlawanan itu juga disebut sebagai yang terbesar dan terberat dalam sejarah revolusi nasional.

Salah satu sumbu dari pertempuran berdarah ini adalah tewasnya Brigadir Jenderal J Mallaby, pemimpin Angkatan Darat Inggris di Jawa Timur. 

Dua belas hari sebelum perang, pada tanggal 29 Oktober 1945, tentara Inggris dan India menandatangani perjanjian gencatan senjata sementara, yang disebut Perjanjian Gencatan Senjata. Bahkan selama gencatan senjata, masih banyak konflik antara tentara Inggris dan rakyat Surabaya. 

Baca Juga: Jokowi Resmikan Tugu Api-Patung Bung Karno di Kementerian Pertahanan, Megawati Hadir Secara Virtual

Ketika Brigadir Jenderal J Mallaby terbunuh, klimaksnya membangkitkan kemarahan Inggris. Setelah itu, Inggris mengeluarkan ultimatum besar pada 10 November 1945, menuntut agar rakyat Indonesia menyerahkan semua senjata mereka dan berhenti berperang dengan tentara Inggris. 

Pihak Indonesia mendapat tenggang waktu pukul 06.00 pada tanggal 10 November 1945. Jika ultimatum tersebut tidak dilepaskan, maka pihak Inggris akan menyerbu kota Surabaya dari berbagai arah arah, dari darat, laut, hingga udara. Namun, tentara Indonesia dan rakyat Surabaya mengabaikan perintah tersebut, sehingga terjadilah pertempuran berdarah di Surabaya yang berlangsung selama 3 minggu.

Pertempuran tersebut memakan banyak korban. Sebanyak 20.000 rakyat Surabaya yang sebagian besar merupakan warga sipil gugur dalam pertempuran tersebut. 

Dari pihak Inggris, sebanyak 1.600 tentara tewas, hilang, dan luka-luka serta puluhan peralatan perang rusak dan hancur. Selain itu, diperkirakan sebanyak 150.000 orang terpaksa meninggalkan kota Surabaya. 

Banyaknya korban yang gugur serta perjuangan rakyat Surabaya yang tidak menyerah membuat tentara Inggris serasa terpanggang di neraka.  Pertempuran ini merupakan pertempuran pertama Indonesia melawan tentara asing, selepas Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. 

Semangat perjuangan yang tinggi dan pantang menyerah dari warga sipil dan tentara Indonesia dalam perang berdarah melawan tentara Inggris menjadikan Surabaya dijuluki sebagai Kota Pahlawan. 

Baca Juga: Viral Emak-emak Naik Gunung, Warganet: Bukan Tipe Emak yang Sein Kiri, Belok Kanan

Berkat jasa dan semangat perjuangan tentara Indonesia dan rakyat Surabaya pada pertempuran 10 November 1945, pemerintah pun menetapkan pada tanggal tersebut sebagai Hari Pahlawan. 

Bung Tomo Pengobar Semangat  

Dalam peristiwa 10 November 1945, nama Bung Tomo begitu legendaris karena dikenal sebagai pengobar semangat tempur yang bersenjatakan mikrofon. 

Dia juga menjadi salah satu pemimpin laskar yang kemudian ditarik ke Kementerian Pertahanan.  Bung Tomo membakar semangat lewat mikrofon dan pancaran Radio Pemberontakan milik Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) tersiar pidato-pidatonya yang menjaga moral warga Surabaya. 

Bung Tomo mengamini sikap pantang menyerah terhadap Sekutu. Tujuan semua ucapannya sama: memantik keberanian melawan tentara asing yang di atas kertas jauh lebih kuat.  

Bung Tomo ini sangat dihormati di kalangan laskar, setidaknya setelah 10 November 1945. Namun, dia bukan satu-satunya pemimpin di Surabaya pada saat itu. Di antara sekian perwira penting dalam palagan 10 November 1945, ada Jenderal Mayor R Mohammad Mangunprodjo, Kolonel Sungkono, Kolonel Djonosewojo hingga Kolonel Moestopo. Namun tampaknya Bung Tomo yang tak berpangkat yang justru paling populer.

Sumber: viva.co.id

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close