Apkasindo: Jika Harga Internasional Baik tapi Harga TBS Turun, Berarti Ada yang Konslet

Nusantaratv.com - 11 Juni 2022

Petani sedang menimbang buah kelapa sawit/ist
Petani sedang menimbang buah kelapa sawit/ist

Penulis: Ramses Manurung

Nusantaratv.com-Harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dihitung berdasarkan pergerakan harga crude palm oil (CPO). Bukan mengacu pada harga pokok produksi (HPP).

Demikian ditegaskan Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit (Apkasindo) Gulat Manurung. 

Dengan dasar perhitungan tersebut, sambung Gulat Manurung, jika harga CPO internasional naik maka akan mendongkrak harga TBS Petani. Demikian juga sebaliknya. Tapi jika dalam kondisi harga internasional sedang baik namun harga TBS petani anjlok. Menurut Gulat Manurung hal ini menjadi masalah, karena berarti ada yang 'konslet'. 

"Jika harga CPO internasional naik, tentu mendongkrak harga TBS petani. Sebaliknya jika CPO internasional lesu maka harga TBS petani juga akan turun. Dalam konteks ini, tentu petani sawit memaklumi jika harga CPO internasional lagi turun. Tapi dalam kondisi harga internasional lagi baik, tetapi harga TBS petani itu anjlok. Nah, ini yang menjadi masalah, ada yang konslet berarti," terang Gulat, Sabtu (11/6/2022).

Gulat mengatakan, penetapan harga TBS juga telah diatur dalam Permentan 1/2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun. Dalam beleid itu, kata Gulat, diatur mengenai tata cara penetapan harga TBS pekebun yang bermitra, kewajiban perusahaan dan pengawasan.

Dalam pasal 8 diatur bahwa perumusan harga menggunakan patokan harga penjualan CPO oleh perusahaan PKS yang tergabung dalam tim harga. 

"Pasal 8 jelas menggambarkan hubungan sebab akibat dari harga CPO internasional yang ditransmisikan ke harga KPBN dan harga KBPN adalah patokan utama dari pembelian CPO dari PKS oleh perusahaan refinery," terangnya.

Baca juga: Harga TBS Kelapa Sawit Belum Kunjung Membaik, Petani Sawit Rencanakan Demo Kedua di Kemendag

Di 22 wilayah Apkasindo, termonitor harga TBS masih berkisar di rata-rata Rp1.700 hingga Rp2.200 per kilogram. Asosiasi menilai, semestinya dengan harga CPO internasional minggu ini di angka Rp24 ribu, harga TBS seharusnya berada di kisaran Rp4.500 hingga Rp4.800 lantaran harga CPO KPBN sudah di angka minimum Rp16 ribu.

Ketua Apkasindo Provinsi Sulawesi Selatan Badaruddin Puang Sabang menilai, rendahnya harga TBS disbabkan oleh belum lancarnya ekspor dan beban berat dari CPO seperti Pungutan Ekspor (PE), Bea Keluar (BK), dan Domestic Price Obligation (DPO) serta selalu gagal tendernya CPO di KPBN.

Selain itu, Kementerian Keuangan malah kembali menaikkan Bea Keluar (BK) dari US$200 menjadi US$288 per ton CPO. Sehingga total BK dan pungutan ekspor (PE) sebesar US$663 atau 40% dari harga CPO internasional yang tercatat US$1.700/ton.

"Total BK dan PE ini belum termasuk DPO (domestic price obligation) yang tentunya beban CPO secara keseluruhan dan pada akhirnya akan ditimpakan ke harga TBS petani sawit," papar Badaruddin, mengutip mediaindonesiacom.

"Jadi jika ingin melancarkan ekspor dan menjaga keseimbangan harga CPO KPBN dan harga TBS petani, ya kurangi beban-beban tersebut, tidak ada acara lain," tambahnya.

Badaruddin menguraikan, meroketnya harga pupuk dan herbisida hingga 300% di awal tahun 2022 membuat HPP TBS petani sawit membengkak hingga Rp.2.200 – 2.500 per kilogram. 

"Wajar saja, sebab 60% HPP TBS itu adalah komponen pupuk dan pemupukan, makanya ketika harga pupuk naik tidak karuan, tentu HPP ikut melonjak tajam," ujarnya. 

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close