BMKG Ingatkan Ada Ancaman Gempa Berkekuatan Dahsyat 8,7 Magnitudo di Megathrust Selat Sunda

Nusantaratv.com - 15 Januari 2022

Ilustrasi logo BMKG/ist
Ilustrasi logo BMKG/ist

Penulis: Ramses Manurung

Jakarta, Nusantaratv.com-Setelah gempa berkekuatan 6,6 magnitudo mengguncang Banten yang getarannya terasa hingga Jakarta dan sejumlah wilayah lain, pada Jumat (14/1/2022). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperingatkan potensi gempa besar dari patahan megathrust di Selat Sunda. Gempa itu bisa berkekuatan M 8,7. 

"Gempa Ujung Kulon kemarin sebenarnya bukan ancaman sesungguhnya karena segmen megathrust Selat Sunda mampu memicu gempa dengan magnitudo tertarget mencapai 8,7 dan ini dapat terjadi sewaktu-waktu," kata Koordinator Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, Sabtu (15/1/2022).

Meski belum dapat diprediksi secara pasti dan tepat kapan gempa itu terjadi, namun potensi itu ada. Indonesia harus siap dengan hal itu, karena patahan megathrust melintang di selatan Pulau Jawa (termasuk dari pantai barat Sumatera hingga ke Nusa Tenggara Timur).

Karena itu, BMKG mengimbau seluruh pihak untuk waspada terhadap gempa dari megathrust Selat Sunda, tanpa panik berlebihan tentunya. 

Daryono mengungkapkan kenapa sekarang ini harus waspada terhadap potensi gempa megathrust Selat Sunda. karena gempa besar sudah lama tidak terjadi di sekitar Selat Sunda.

"Inilah ancaman yang sesungguhnya, kapan saja dapat terjadi karena Selat Sunda ini merupakan salah satu zona seismic gap di Indonesia yang selama ratusan tahun belum terjadi gempa besar sehingga patut diwaspadai karena berada di antara dua lokasi gempa besar yang merusak dan memicu tsunami, yaitu gempa Pangandaran magnitudo 7,7 (2006) dan gempa Bengkulu magnitudo 8,5 (2007)," tutur Daryono.

Baca juga: Gempa Besar Landa Jakarta, Tak Potensi Tsunami

Data menunjukkan, Selat Sunda memang sudah sering menjadi lokasi gempa dan tsunami. Tsunami Selat Sunda akibat gempa terjadi pada 1722, 1852, dan 1958. Tsunami tahun 416, 1883, 1928, 2018 berkaitan dengan erupsi Gunung Krakatau. Sedangkan tsunami pada 1851, 1883, dan 1889 dipicu aktivitas longsoran.

"Gempa kuat dan tsunami adalah proses alam yang tidak dapat dihentikan, bahkan memprediksi kapan terjadinya pun juga belum bisa. Namun, dalam ketidakpastian kapan terjadinya itu, kita masih dapat menyiapkan upaya mitigasi konkret," kata Daryono, mengutip detikcom.

Daryono memaparkan mitigasi konkret antara lain membangun bangunan tahan gempa, memodelkan bahaya gempa dan tsunami, kemudian menjadikan model ini sebagai acuan mitigasi, seperti perencanaan wilayah berbasis risiko gempa dan tsunami. 

Selain itu, yang tak kalah pentingnya dalam mitigasi adalah penyiapan jalur evakuasi, memasang rambu evakuasi, membangun tempat evakuasi, berlatih evakuasi/drill secara berkala, termasuk edukasi evakuasi mandiri di samping itu BMKG juga akan terus meningkatkan performa peringatan dini tsunami lebih cepat dan akurat.

Daryono menambahkan, gempa 6,6 magnitudo yang terjadi di Banten, kemarin, juga merupakan gempa di area megathrust. Gempa kemarin termasuk gempa dangkal akibat patahan batuan Lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Selat Sunda-Banten. Itu adalah gempa 'interslab earthquake', ciri-cirinya mampu meradiasikan guncangan (ground motion) yang lebih besar dan lebih kuat dari gempa sekelasnya dari sumber lain.

"Sehingga wajar jika gempa ini memiliki spektrum guncangan yang sangat luas, dirasakan hingga Sumatera Selatan hingga Jawa Barat," tutup Daryono.

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close