Setop Kasus Dugaan Pemerkosaan Ayah ke 3 Anak, Ini Penjelasan Polisi

Nusantaratv.com - 07 Oktober 2021

Ilustrasi perkosaan. (Net)
Ilustrasi perkosaan. (Net)

Penulis: Mochammad Rizki

Nusantaratv.com - Polisi memutuskan menghentikan penyelidikan kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan seorang ayah terhadap ketiga anaknya di Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Usia ketiga anak itu masih di bawah 10 tahun.

Ibu korban, RA, melaporkan tindakan asusila mantan suaminya, SA, ke pihak kepolisian pada 9 Oktober 2019. Terlapor adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Luwu Timur.

Korban sempat ditangani Unit Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Makassar pada Desember 2019.

Tapi, kasus tersebut dihentikan oleh penyidik Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Luwu Timur karena dianggap tidak ada bukti terkait laporan ibu korban.

Kapolres Luwu Timur ketika itu, AKBP Leonardo Panji Wahyudi telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) dalam kasus tersebut. Penyidik sama sekali tidak menemukan bukti fisik atau tanda-tanda kekerasan seksual yang dialami kedua anaknya.

"Setelah kita lakukan visum tidak ada tanda-tanda, selaput darah robek atau semacamnya," kata Leonardo saat dikonfirmasi.

Akan tetapi, kasus itu kembali mencuat ke publik dan viral di berbagai platform media sosial. Kapolres Luwu Timur saat ini, AKBP Silvester MM Simamora, menjelaskan kasus itu telah lama dihentikan oleh penyidik.

"Saat itu tidak ada ditemukan bukti adanya tindak pidana yang sebagaimana dilaporkan," kata Silvester dikutip dari CNNIndonesia.com, Kamis (7/10/2021).

Silvester menjelaskan bahwa penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi dan mantan suaminya sebagai terlapor. Kemudian melakukan visum kedua di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar dengan didampingi ibu korban.

"Hasilnya pada tubuh ketiga anak pelapor tersebut tidak ditemukan kelainan pada alat kelamin ataupun dubur (anus)," jelasnya.

Sementara, berdasarkan hasil assessment di P2TP2A Kabupaten Luwu Timur, kata Silvester, juga tidak ditemukan tanda-tanda trauma pada ketiga anak pelapor kepada ayahnya.

"Karena saat terlapor datang ke kantor P2TP2A ketiga anaknya langsung menghampiri dan duduk ke pangkuan ayahnya, sehingga penyidik melaksanakan gelar perkara di Polres Luwu Timur dan di Polda Sulsel dengan hasil menghentikan proses penyelidikan pengaduan tersebut dengan alasan tidak ditemukan bukti yang cukup sebagaimana yang dilaporkan," pungkasnya.

Ketua Divisi Perempuan Anak dan Disabilitas Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Resky Prastiwi menyatakan akan meminta kasus tersebut diselidiki kembali oleh pihak kepolisian.

Menurut Rezky, penanganan kasus dugaan pencabulan SA terhadap ketiga anaknya sudah cacat. Anak-anak ini sejak awal tidak mendapatkan pendampingan dari pihak orang tua atau pendamping lainnya saat menjalani pemeriksaan. Pelapor juga saat itu tidak mendapatkan pendampingan dari pengacara.

Sedangkan, dalam kasus undang-undang sistem peradilan pidana anak (SPPA), anak wajib didampingi orang tuanya dan pendampingan dari bantuan hukum.

Resky menerangkan, pihaknya pernah memberikan foto dan rekaman video yang terkait dugaan pencabulan terhadap ketiga anak tersebut. Sebelumnya, anak mengeluh sakit di area dubur dan vagina.

Laporan psikologi anak menerangkan bahwa anak-anak menceritakan kejadian yang mereka alami melibatkan lebih dari satu orang. Bahkan, bukti itu telah disetorkan ke pihak kepolisian.

"Kalaupun dikatakan ibunya mengalami waham, itu pemeriksaannya sangat tidak layak. Hanya 15 menit. Kemudian melibatkan dua psikiater, sementara acuannya kami untuk pemeriksaan berkaitan dengan proses hukum itu ada acuannya di peraturan menteri dan harus ada terdiri dari tim khusus, jadi ada psikiater, psikolog, dan tahapan-tahapan. Tidak serta merta orang mengalami waham hanya dalam 15 menit. Itu juga disampaikan, prosedur yang cacat itu disampaikan ke polda, tapi semua argumentasi kami tidak ditindaklanjuti," kata Resky.

Hasil asesmen yang dilakukan oleh P2TP2A Kabupaten Luwu Timur, kata Resky, pihaknya tidak bisa menjadikannya sebagai dasar penghentian penyelidikan kasus tersebut.

Sejak awal, menurut dia, sudah ada malaadministrasi dan kecenderungan keberpihakan petugas P2TP2A Luwu Timur terhadap terlapor. Dia menduga hasil asesmen tidak objektif karena terlapor merupakan ASN.

Dia mengatakan seharusnya P2TP2A Kabupaten Luwu Timur tidak mempertemukan pelapor dengan terlapor. Seharusnya pelapor lebih dulu dilindungi.

Selain itu, pihaknya juga telah mengirim surat ke Mabes Polri agar bisa mengevaluasi dan membuka kembali kasus tersebut. Meski saat ini belum ada titik terang.

"Tentunya kami akan tetap desak Polri untuk membuka kasus ini kembali," katanya.

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

(['model' => $post])