Nusantara.com - Para ilmuwan bakal segera memiliki alat antariksa guna mempelajari perubahan lingkungan pada resolusi sangat tinggi.
Dikutip dari Engadget, Sabtu (4/2/2023), Jet Propulsion Laboratory NASA (National Aeronautics and Space Administration) menggelar sesi tanya jawab guna mendiskusikan NISAR (NASA-ISRO SAR).
Sesi tersebut juga dimaksudkan untuk mendiskusikan satelit pemetaan Bumi yang dibangun bersama-sama dengan Organisasi Penelitian Luar Angkasa India (Indian Space Research Organization).
Dimana satelit ini tidak akan diluncurkan dari India hingga awal 2024. Satelit ini juga direncanakan beroperasi selama tiga tahun, tetapi juga dilengkapi teknologi terobosan yang diklaim sanggup membantu memahami Bumi dan bertahan dari bencana alam.
NISAR adalah satelit pencitraan radar pertama yang menggunakan frekuensi ganda (pita gelombang micro atau microwave L dan S). Penggunaan frekuensi ganda ini akan memungkinkan satelit secara sistematis memetakan kerak bumi dengan sangat detail.
Satelit ini memiliki kemampuan mendeteksi perubahan di bawah 1 cm di seluruh kerak Bumi. Kemampuan ini memungkinkan NISAR mengobservasi nuansa halus dari gempa bumi, tsunami dan bencana lainnya.
Tak hanya itu, kemampuan yang dimiliki juga akan membantu mengawasi proses jangka panjang, termasuk evolusi kerak bumi, disrupsi ekosistem, dan keruntuhan lapisan es.
NISAR menawarkan cakupan global setiap 12 hari, menjadikan pencitraan berbasis waktu lebih praktis. Tim misi berharap bisa menyediakan data ke publik dalam kurun waktu satu hingga dua hari, namun dapat menyediakan data dalam hitungan jam dalam kondisi darurat.
Siapa saja yang ingin mengurai informasi dapat memanfaatkan data tersebut. Dengan perkiraan harga US$1,5 miliar (sekitar Rp22,6 triliun), NISAR diharapkan menjadi satelit pencitraan Bumi termahal hingga saat ini.
Sementara data satelit ini dapat membantu pemerintah dalam bereaksi dan bersiap menghadapi bencana alam, serta meningkatkan pemahaman kemanusiaan dari perubahan iklim dan ancaman terhadap ketahanan pangan.