Nusantaratv.com - Samsung Electronics Co., pionir industri semikonduktor di Korea Selatan (Korsel), kini menghadapi tantangan besar seiring dengan pergeseran pasar memori global menuju teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Setelah mendominasi industri sebagai pembuat chip memori terkemuka selama tiga dekade, Samsung kini merasakan tekanan hebat. Salah satu penyebabnya adalah keterlambatannya dalam merespons lonjakan permintaan untuk memori pita lebar tinggi (HBM), komponen vital dalam akselerator AI.
Samsung memasuki bisnis semikonduktor pada Desember 1974 dengan mengakuisisi Korea Semiconductor, dan dengan cepat menjadikan perusahaan tersebut sebagai pemimpin industri.
Pada 1983, Samsung mengembangkan DRAM 64-kilobyte pertama, yang mengarah pada terobosan penting lainnya, termasuk DRAM 64-megabit pertama pada 1992 dan DRAM 1-gigabit pertama di dunia pada 1996.
Selama bertahun-tahun, Samsung terus mempertahankan dominasinya melalui berbagai inovasi, seperti DRAM 20 nanometer pada 2011, DRAM kelas 10 nm pada 2016, dan produksi massal chip pengecoran 3 nm pertama di dunia pada 2022.
Inovasi-inovasi ini membantunya mempertahankan pangsa pasar DRAM yang dominan selama tiga dekade. Namun, revolusi AI yang telah mengguncang pasar memori tradisional kini mengubah permintaan dari DRAM umum menuju chip yang lebih dioptimalkan untuk AI, seperti HBM.
Raksasa teknologi itu kurang mempersiapkan diri menghadapi perubahan ini dan lebih sedikit berinvestasi dalam HBM dibandingkan pesaingnya.
Sementara itu, SK hynix Inc., telah berinvestasi besar-besaran dalam teknologi HBM, dan berhasil memonopoli dengan menyuplai chip HBM untuk Nvidia, raksasa dalam akselerator AI.
Berdasarkan data pasar terbaru, Samsung memimpin pasar DRAM dengan pangsa 41,1 persen pada kuartal ketiga (Q3) 2024, sedikit menurun dibandingkan dengan 45,1 persen pada akhir 2022, tepat sebelum pasar HBM berkembang.
Di sisi lain, SK hynix mencatatkan lonjakan pangsa pasar hingga 34,4 persen, berkat penjualan chip HBM yang sangat baik.
Kondisi ini mendorong Samsung Electronics untuk mengeluarkan permintaan maaf publik yang jarang terjadi, terkait dengan kinerja yang mengecewakan dan krisis bisnis yang dihadapi perusahaan tersebut setelah laporan pendapatan kuartal ketiga pada Oktober lalu.
"Citra Samsung Electronics sebagai pemimpin teknologi telah tercoreng akibat melemahnya daya saingnya, seperti yang terlihat pada kekalahan dalam pasar HBM," ujar seorang analis di Eugene Investment & Securities Co., Lee Seung-woo, seperti dikutip dari Yonhap, Senin (2/12/2024).
Lee menilai, meskipun pemulihan mungkin memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan, langkah Samsung untuk berbicara terbuka tentang masalah ini bisa menjadi awal perubahan positif.
Untuk merebut kembali posisinya, Samsung kini fokus mengembangkan HBM dan berupaya menutup kesenjangan dengan para pesaing.
Perusahaan ini menargetkan pengiriman HBM3E generasi kelima ke Nvidia dan merencanakan produksi massal HBM4 generasi keenam pada paruh kedua tahun depan.
Selain itu, Samsung juga memperluas investasinya pada teknologi memori baru seperti compute express link, process-in-memory, dan enterprise SSD, yang sangat penting untuk server AI.
Menurut para ahli, tantangan yang dihadapi Samsung berakar dari rasa puas diri terhadap teknologi yang dimiliki. Para ahli mengingatkan pentingnya menciptakan lingkungan yang terbuka dan bebas untuk mendorong inovasi serta membangun kembali kepercayaan di industri.
"Saat ini yang lebih mendesak adalah membangun kembali kepercayaan dan persatuan dalam industri, bukan hanya berfokus pada investasi jangka panjang." sebut seorang profesor administrasi bisnis di Universitas Sangmyung, Seoul, Seo Ji-yong.
Dia menekankan pentingnya diskusi terbuka dan belajar dari para pesaing seperti SK hynix dan TSMC.