Nusantaratv.com-Australia mengundang Indonesia untuk belajar soal penerapan aturan Publisher Rights yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo. Pasalnya, Australia sudah lebih dulu punya aturan sejenis yakni News Bargaining Code.
Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Usman Kansong.
"Baru rencana ini ya, kita sudah berkomunikasi Australia akan mengundang kita untuk belajar bagaimana menerapkan Publisher Rights," kata Usman saat acara Ngopi Bareng di Kantor Kominfo, Jumat (3/5/2024).
"Karena Australia sudah ada News Bargaining Code," imbuhnya.
Usman menyampaikan di Australia aturan semacam Publisher Rights ada di bawah kewenangan lembaga seperti KPPU.
Terkait undangan dari Australia, kata Usman, Pemerintah Indonesia masih menunggu undangan tersebut, pasalnya mereka akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri untuk mengatur waktu kapan Kominfo bisa berkunjung ke sana.
"Australia sangat welcome untuk mengundang kita, sebab kita ini negara Asia pertama yang punya aturan terkait platform global, jadi mereka antusias untuk memberi kita ruang belajar," jelasnya.
Usman mengungkapkan penerapan aturan News Bargaining Code di Australia pada 2021 juga sempat ditentang oleh Facebook. Namun, akhirnya Facebook menyerah dan sepakat membayar berita.
Akan tetapi dalam perjalanannya, pada April 2024 Facebook kembali menyetop pembayaran konten berita di Australia dan menutup tab berita bagi pengguna negara tersebut.
Publisher Rights di Indonesia sendiri resmi disahkan pada perayaan Hari Pers Nasional 2024 oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Aturan itu untuk mengatur agar platform digital bisa mendukung jurnalisme berkualitas.
Sebelumnya dalam kesempatan berbeda Usman menekankan aturan tersebut dilaksanakan karena bersifat mandatory. Selain itu, monetisasi berita yang dipublikasikan platform harusnya juga dibagi kepada perusahaan media.
"Karena memang bagi sejumlah platform, konten berita adalah sumber pendapatan. Tuntutan aturan ini untuk mau berbagi [pendapatan ke media]. Karena mereka sudah mendapatkan situasi gratis, lalu dimonetisasi oleh mereka. Masa enggak mau [bayar]," kata Usman, dikutip dari cncbcindonesia.
Sebelum aturan tersebut diundangkan, Usman mengungkapkan sudah ada platform yang bekerja sama dengan beberapa perusahaan media. Ada beberapa faktor yang menurutnya jadi latar belakang hal tersebut terjadi, termasuk soal bagi hasil publikasi berita.
Usman menambahkan ada juga perusahaan media yang tidak mengizinkan beritanya ada di platform digital.
"Tapi boleh enggak perusahaan pers enggak kerja sama? Boleh perusahaan pers enggak kerja sama. Ada media online yang enggak kita temui beritanya di search engine, ada yang enggak mau kerja sama," jelasnya.
Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas itu mengatur soal berbagai hal yang mendukung kerja media. Termasuk bentuk kerja sama antara perusahaan media dengan platform digital.
Pasal 7 ayat (2) menyebutkan kerja sama dalam bentuk lisensi berbayar, bagi hasil, dan berbagi data agregat berita. Selain itu juga diperbolehkan melakukan kerja sama bentuk lain yang disepakati dua belah pihak.