Nusantaratv.com-TUJUH tahun lagi induk sepak bola Indonesia PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) akan genap berusia 100 tahun. Usia yang sangat panjang untuk berproses menjadi sebuah organisasi yang mapan dan matang.
PSSI didirikan oleh Ir. Soeratin Sosrosoegondo pada 19 April 1930 di Yogyakarta.
Lantas apakah pencapaian PSSI di usianya yang telah memasuki 93 tahun sudah sesuai dengan tujuan dan harapan di era sepak bola modern yang bermuara pada prestasi dan peningkatan berbagai aspek penting dalam sepak bola?
Tentu jawabannya adalah tidak. Karena jika berkaca dari torehan prestasi di era sebelumnya, kini prestasi sepak bola kita relatif merosot. Di level Asia Tenggara saja, kita masih jadi bayang-bayang di bawah Vietnam dan Thailand.
Kita bangga dan happy dengan sukses skuad Timnas U-22 besutan Indra Sjafri menjadi juara sekaligus merebut emas SEA Games 2023 di Kamboja. Tetapi tanpa bermaksud merendahkan, itu hanya pengulangan dari sukses sebelumnya yang pernah kita raih pada SEA Games 1987 di Jakarta dan 1991 di Manila, Filipina.
Kita butuh prestasi baru di ajang yang lebih tinggi, semisal Piala Asia, Asian Games, Olimpiade bahkan Piala Dunia. Sebagai sebuah tolak ukur konkret dari keberhasilan pembinaan sepak bola di Indonesia.
Piala Dunia 2026 yang akan dituanrumahi oleh tiga negara yaitu Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko merupakan Piala Dunia ke-23 kali. Dan Indonesia belum pernah sekalipun lolos ke ajang sepak bola tertinggi di dunia tersebut.
Coba bandingkan dengan dua negara di Asia yakni Korea Selatan dan Jepang yang sama-sama memulai langkah pada 1945.
Negara Korea Selatan resmi dibentuk pada 15 Agustus 1945, kemudian pada tahun yang sama Jepang juga memulai langkah meninggalkan fase kelam Perang Dunia II setelah Hiroshima dan Nagasaki rata dihantam bom atom Amerika Serikat pada Agustus 1945. Sementara Indonesia terbebas dari belenggu penjajahan pada 17 Agustus 1945.
Namun hingga kini sejak Piala Dunia 1986 di Meksiko, Korea Selatan sudah sepuluh kali lolos ke Piala Dunia. Sedangkan Jepang sudah 7 kali terhitung sejak Piala Dunia 1998 di Prancis.
Kenapa Indonesia Tertinggal Jauh?
Jawabannya karena kita tidak sungguh-sungguh membangun pembinaan sepak bola di level usia dini dan muda yang merupakan fase paling penting dalam perjalanan karier seorang pesepakbola.
Mantan Ketua Umum PSSI Djohar Arifin Husin berulang kali menyatakan pembinaan sepak bola usia dini dan usia muda merupakan fondasi timnas Indonesia.
"Hanya dengan pembinaan sepak bola usia dini dan usia muda berjenjang yang baik dan benar kita bisa memiliki timnas senior yang kuat di masa mendatang," tegas Djohar dalam sebuah kesempatan saat masih memimpin PSSI.
Apakah selama ini PSSI telah menaruh perhatian besar untuk pembinaan sepak bola usia dini dan usia muda? Jawabannya jelas tidak.
Selama ini, PSSI terkesan lebih peduli pada Timnas Senior dan Liga 1 yang menghasilkan keuntungan. Pada saat yang sama, Pemerintah juga belum memberikan dukungan yang maksimal utamanya untuk ketersediaan infrastruktur yang memenuhi standar.
Subagja Suihan dan BLiSPI
Beruntung di tengah kondisi minimnya perhatian terhadap pembinaan sepak bola usia dini dan usia muda di Indonesia dari PSSI dan pemerintah muncul 'orang-orang gila bola' yang rela berkorban uang, waktu, pikiran dan tenaga untuk mengurusi pembinaan sepak bola usia dini dan usia muda di Tanah Air yang notabene engga ada dutinya. Salah satunya adalah Subagja Suihan yang dikenal sebagai ayah angkat pemain timnas Egy Maulana Vikri dan mantan pemain timnas Firman Utina.
Pria yang bekerja di salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini melakukan langkah konkret dengan mendirikan Badan Liga Sepakbola Pelajar Indonesia (BLiSPI) pada 2013 silam. BLiSPI adalah badan yang berperan menyelenggarakan kejuaraan, turnamen atau kompetisi sepak bola usia dini dan usia muda di Indonesia. Ia juga mendirikan akademi sepak bola yang diberi nama Bina Sentra Football Academy di Cirebon, Jawa Barat.
Sejalan dengan visi mantan Ketum PSSI Djohar Arifin Husin, Subagja Suihan dan BLiSPI konsisten menggelar turnamen usia dini dan usia muda mulai jenjang 8 tahun, 10 tahun, 12 tahun, 14 tahun, 15 tahun, 16 tahun putri dan kelompok usia lainnya.
Turnamen yang digelar Blispi bukan hanya tingkat lokal dan nasional melainkan juga level internasional.
Salah satu program prioritas BLiSPI adalah Seri Nasional Piala Menpora U-14 yang rutin digelar setiap tahun bekerjasama dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Dimulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi hingga nasional. Event ini menciptakan semangat dan antusiasme dalam atmosfer pembinaan sepak bola usia muda di seluruh Indonesia.
Dengan melibatkan para mantan pemain timnas seperti Rully Nere, Firman Utina, almarhum Zulkarnaen Lubis sebagai pemandu bakat, Subagja Suihan bersama BLiSPI memberi kesempatan kepada tim juara Seri Nasional Piala Menpora U-14 ditambah para pemain hasil pemantauan bakat mengikuti turnamen sepak bola internasional di Malaysia, China, Portugal dan lainnya.
Berkat pembinaan yang dilakukan secara konsisten, BLiSPI berhasil mengorbitkan banyak pemain muda ke timnas junior. Mulai dari Timnas U-16, U-17 hingga U-19. Para pemain yang berhasil diorbitkan antara lain, Egy Maulana Vikri (antar Timnas U-22 juara Piala AFF 2022), Supriadi, Bagas Kaffa, Bagus Kahfi, Ernando (kiper timnas peraih emas SEA Games 2023 Kamboja).
Sejumlah pemain orbitan BLiSPI kembali juga sukses membawa Timnas U-16 besutan Fakhri Husaini pada Piala AFF 2018 di Sidoarjo, antara lain, David Maulana, Bagus Kahfi, Bagas Kaffa, Brylian Adam, Amanar dan lainnya.
Bintang-bintang muda binaan BLiSPI, antara lain, Ridzjar Nurviat, Kafiatun, Ridho dan Ezy kembali sukses membawa Timnas U-16 besutan Bima Sakti menjuarai Piala AFF 2022 di Yogyakarta.
Yang paling membanggakan anak angkat Subagja yakni Egy Maulana Vikri berhasil menembus liga Eropa setelah direkrut oleh klub profesional Liga 1 Polandia Lechia Gdansk pada Juli 2018.
Deretan sukses tersebut tak lantas membuat Subagja Suihan merasa puas. Pria asal Cirebon yang pernah menjadi pengurus Asprov PSSI Sumut ini terus bekerja untuk kemajuan sepak bola Indonesia.
Setelah sempat terkendala akibat pandemi covid-19, Subagja Suihan bersama jajaran pengurus BLiSPI Pusat kembali tancap gas menggerakkan roda pembinaan sepak bola usia dini dan usia muda.
Melanjutkan sukses menggelar BLiSPI Super League 2021 di Bandung, BLiSPI Youth Cup U-12 Road to Barcelona 2022 dan BLiSPI Youth Cup U-17 Road to Thailand, BLiSPI Youth Cup U-12 dan U-16 Putri Road to Kuala Lumpur 2023, Malaysia, Subagja Suihan kembali menggelar BLiSPI Youth Cup U-15 Road to Vietnam and Thailand 2023 di Stadion Gelora Joko Samudro, Gresik, Jawa Timur pada 19-21 Mei kemarin.
Selain gencar menggelar turnamen, Subagja dan BLiSPI juga aktif melakukan kerjasama dengan sejumlah klub Liga 1 untuk program Elite Pro Academy, antara lain dengan Borneo FC, Dewa United, Persikabo dan lainnya.
Melalui program kerjasama EPA ini, para pemain yang bernaung di bawah Sekolah Sepak Bola (SSB) dan Akademi anggota BLiSPI dapat mengorbitkan pemain binaan mereka untuk berkiprah di kompetisi U-16, U-18 hingga U-20 klub-klub kontestan Liga 1.
Tak hanya fokus dalam peningkatan kualitas pemain sepak bola usia dini dan usia muda, Subagja Suihan juga menaruh perhatian besar untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) para pelatih. Banyak pelatih di berbagai daerah di Indonesia yang disupport untuk mendapatkan lisensi kepelatihan baik itu lisensi D maupun C Diploma AFC.
Membangun Sepak Bola untuk Bangsa dan Negara
Terhitung sejak 2013, sudah satu dekade Subagja Suihan dan BLiSPI berkontribusi nyata untuk kemajuan sepak bola usia muda di Indonesia. Sebuah dedikasi yang sudah teruji oleh waktu dan peristiwa. Bahkan jauh sebelumnya Subagja secara pribadi telah berbuat banyak untuk menemukan talenta-talenta sepak bola andal di Tanah Air.
"Saya bekerja di salah satu perusahaan BUMN. Seringkali berpindah tugas dari satu provinsi ke provinsi yang lain. Pada 1997 sampai 2003 saya ditugaskan untuk menangani proyek pembangunan Bandara Sam Ratulangi di Manado. Di tengah kesibukan selalu saya sempatkan ke lapangan untuk melihat anak-anak bermain sepak bola dan menemukan pemain-pemain berbakat. Saya berhasil menemukan Firman Utina yang kemudian saya titipkan pada almarhum pelatih Benny Dollo. Alhamdulillah berhasil," tutur Subagja Suihan saat memberikan sambutan pada acara Technical Meeting event Blispi Youth Cup U-15 Road to Vietnam and Thailand 2023 di Stadion Gelora Joko Samudro, Gresik, beberapa hari lalu.
"Kemudian pada 2006 saya bertugas di Sumatera Utara untuk menangani proyek pembangunan Bandara Kualanamu. Saya berhasil menemukan pemain berbakat Egy Maulana Vikri yang saat itu masih berusia 11 tahun. Lalu saya titipkan di Sekolah Khusus Olahraga Kemenpora Ragunan, Jakarta. Alhamdulillah seperti Firman, Egy juga sukses menjadi pemain timnas bahkan sampai direkrut klub Liga 1 Polandia, Lechia Gdansk," imbuhnya tokoh sepak bola yang pernah dianugerahi Golden Award SIWO (Seksi Wartawan Olahraga Indonesia) PWI Jaya sebagai Pembina Sepak Bola Usia Muda Terbaik pada 2017 silam.
Subagja mengaku mendapat kepuasan bathin karena berhasil mengorbitkan pemain berbakat mewujudkan mimpinya membela timnas Indonesia.
"Saya suka, saya senang dan berkomitmen. Akhirnya sekarang saya ditugaskan di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Sampai tahun 2025 mendatang. Semoga selama bertugas di Gresik saya berhasil kembali menemukan pemain andal dan berbakat yang bisa mengharumkan nama Timnas Indonesia," kata Subagja.
"Pengorbanan materi, waktu, pikiran dan tenaga seolah terbayarkan jika melihat pemain yang kita bina berhasil. Buat saya kepuasan bathin itu lebih dari segalanya," tambahnya.
Subagja menegaskan kerja keras dan pengorbanan yang dilakukannya bersama para pengurus BLiSPI Pusat semata untuk kebaikan dan kemajuan sepak bola Indonesia. Tak ada niatan lain selain itu, apalagi sampai mengeksploitasi sepak bola untuk kepentingan politik praktis.
"Saya dan BLiSPI hanya jembatan. Komitmen dan tujuan BLiSPI adalah membangun sepak bola usia muda untuk daerah dan bangsa," pungkasnya.
Tepat sekali perumpaan yang digunakan Subagja yang menyebut dirinya dan BLiSPI adalah jembatan. Sebuah 'jembatan emas' tepatnya karena Subagja dan BLiSPI memiliki peran penting menghubungkan tekad dan harapan para pesepakbola usia dini dan usia muda Indonesia dengan cita-cita dan mimpi besar mereka menjadi pesepakbola hebat di masa depan.
Tak terhitung berapa banyak uangnya yang sudah terkuras untuk mendanai penyelenggaraan event sepak bola usia dini dan usia muda, mengirim tim mengikuti event sepak bola di luar negeri dan membantu para pelatih mendapatkan lisensi. Tetapi Subagja tak pernah berhitung. Energinya tak pernah surut untuk terus membuka jalan dan menjadi jembatan bagi para pesepakbola usia dini dan usia muda di berbagai pelosok nusantara menuju mimpi besar mereka.
Lewat pengorbanan dan kerja keras Subagja dan BLiSPI telah mengantarkan pesepakbola-pesepakbola muda berbakat di berbagai pelosok Tanah Air menggapai mimpi mereka menjadi pemain tim nasional dan bermain di Liga Eropa.
Itu semua bisa terwujud karena Subagja dan BLiSPI memiliki komitmen bekerja dengan totalitas tanpa batas demi kemajuan sepak bola Indonesia.