Nusantaratv.com - Piala Asia U-17 tak hanya soal tiket ke putaran final, bahkan termasuk juara. Lebih dari itu, turnamen tersebut menjadi ajang untuk menciptakan bintang.
Di manakah Yoewanto Benny main sekarang?
Musim lalu, dia masih berkostum Persija Jakarta. Itu pun amat jarang dimainkan. Kini, ternyata dia membela Sriwijaya FC, berkompetisi di Liga 2.
Padahal, 15 tahun lalu, dia adalah kiper harapan. Dialah yang mengawal gawang Indonesia ketika tampil di Piala AFC U-16 tahun 2008. Saat itu, titelnya masih Kejuaraan Asia U-16.
Benny tenggelam. Tapi tidak pemain Korea Selatan yang menjebol gawangnya dua kali di Stadion MHSK Tashkent, Uzbekistan. Pemain itu Son Heung-min namanya. Selain Son Heung-min gawang Benny juga dijebol Lee Dong-nyok, Kim Ji-su, Rim Chang-woo, Lee Jong-ho, dan Kim Dong-min. Indonesia kalah 0-9.
Son Heung-min tentu semua sudah tahu. Dia kini menjadi andalan Tottenham Hotspur di Liga Primer Inggris. Dia disebut-sebut sebagai salah satu penyerang terbaik dunia. Banyak orang mengakuinya sebagai salah satu pemain terbaik Asia sepanjang masa.
skor Liga Primer, mencetak 27 gol dalam semusim, sebagaimana juga Mohammed Salah.
Kenapa dengan Son Heung-min? Dia adalah pemain yang lahir dari pembinaan sejak masa kanak-kanak dan remaja. Dia menasbihkan bakatnya itu melalui kejuaraan kelompok umur, termasuk bersama tim nasional Korea Selatan U-17.
Korsel, setelah lolos dari Asia, juga tampil di Piala Dunia U-17 tahun 2009 di Nigeria. Di sana, dia mencetak tiga gol. Setahun kemudian, dia mulai mengawali petualangan di Eropa. Diawali dari Hamburg SV, Bayer Leverkusen, dan kini sudah 12 tahun di Tottenham Hotspur.
Timnas U-16 Indonesia yang kala itu ditangani Mundari Karya, juga melahirkan pemain-pemain yang bisa menembus tim nasional. Tapi, tak satupun yang menonjol. Apalagi seperti Son Heung-min.
Dari era itu, misalnya, ada Rizky Pellu, Manahati Lestusen, Abduh Lestaluhu, yang sempat berkostum tim nasional. Atau, Hendra Adi Bayaw atau Imam Baihaqi yang sempat bersinar bersama klub Liga 1.
Adakah pasukan Bima Sakti akan mampu melampaui pencapaian Mundari Karya di tim nasional U-17 dalam hal menelorkan pemain bintang? Waktu yang akan menjawabnya. Yang jelas, pemain-pemain muda berbakat besar bermunculan. Sudah terbukti di Piala AFF U-16 lalu.
Muhammad Iqbal Gwijangge, misalnya, terpilih sebagai pemain terbaik. Nabil Asyura dan Kafiatur Rizky jadi mesin gol yang ampuh. Atau, Arkhan Kaka kian menunjukkan kematangannya.
Hanya saja memang, seperti yang diakui Pelatih Bima Sakti, kualifikasi Piala Asia U-17 tidaklah sama seperti Piala AFF U-16. Dari corak permainan jelas berbeda karena ada Uni Emirat Arab, Palestina, dan Guam. Lalu, duel lawan Malaysia selalu menjadi pertarungan yang ramai bagi Indonesia.
Ada kemungkinan, dua lawan dari Timur Tengah, Uni Emirat Arab akan jadi lawan yang akan menyulitkan pasukan Bima Sakti. Kedua tim, terutama Uni Emirat Arab, memiliki keunggulan pada skill individu dan postur pemain yang tinggi.
Palestina juga tak bisa dipandang remeh. Betapapun negaranya terus diamuk perang tak berkesudahan, mereka memiliki remaja-remaja berbakat besar. Bisa saja menyulitkan Indonesia.
Tetapi, Indonesia akan cukup beruntung. Main di kandang sendiri, di Stadion Pakansari, bakal jadi keuntungan psikologis yang kuat bagi Arkhan dan kawan-kawan. Terlebih, soal daya juang mereka tak perlu diragukan lagi. Mereka mampu bangkit dari ketertinggalan untuk membungkam Vietnam di final Piala AFF U-16.
Di luar itu, peluang lolos ke Piala Asia 2023 yang lokasi penyelenggaraannya belum ditentukan, masih terhitung cukup besar dari Grup B. Sebab, selain juara grup, bakal ada enam runner-up terbaik dari 10 grup kualifikasi, berhak tampil di putaran final nanti.
Di atas kertas, kesempatan Indonesia lolos ke putaran final, tetap terbuka. Kalau itu terwujud, Indonesia akan lolos untuk ketujuh kalinya kalinya.
Merajut sukses di Piala Asia U-17, seperti yang pernah terjadi di tahun 1990 saat lolos ke semifinal, adalah impian. Tapi, impian yang lebih indah lagi adalah melahirkan pemain-pemain istimewa, seperti Son Heung-min di Korea Selatan pada 2008.