Kisah Pilu Abah Hamdan yang Hidup Sebatang Kara

Nusantaratv.com - 14 November 2022

Abah Hamdan
Abah Hamdan

Penulis: Arfa Gandhi

Nusantaratv.com - Di saat banyak orang seusia Abah Hamdan harus menikmati masa beristirahat, lelaki yang sudah hampir berusia kepala delapan ini justru harus bekerja kerasa mencari nafkah. Tentunya, sungguh bukan sesuatu yang nyaman untuk hari tua.

Bahkan nasib lelaki asal Karawang itu makin menyedihkan karena hanya tinggal sebatang kara  setelah anak dan istrinya sudah lama tiada.

Istrinya telah meninggal dunia delapan tahun yang lalu, sedangkan buah hati satu-satunya juga meninggal tujuh tahun yang lalu. Di balik tubuhnya yang kurus dan kulitnya yang sudah berkeriput, masih ada semangat dalam diri Hamdan untuk terus melanjutkan hidup.

Hanya sebuah sepeda tua yang menemani hari-harinya berjualan. Sepedanya sudah usang dimakan usia, namun sepeda inilah yang menjadi nyawa untuk Abah Hamdan. Walau berkali-kali sepeda ini oleng dan jatuh saat kaki tua Abah Hamdan salah mengayuh.

Setiap matahari terbit hingga terbenam, Hamdan mengayuh sepeda tuanya untuk menjual pisang. Untuk mencari pisang-pisang yang akan dijualnya, Hamdan harus mencari di kebun milik orang lain. Meskipun ia memiliki kebun langganan, namun tidak selalu kebun-kebun tersebut memiliki buah yang siap panen.

Hamdan terpaksa mencari jalan lain dan harus bergegas ke kebun lain untuk mencari buah yang siap jual. Tak cukup hanya mendapat satu tandan pisang dari satu kebun, Hamdan kembali mencari pohon pisang yang siap panen agar keuntungannya lebih banyak. Dalam satu tandan pisang, Hamdan biasanya mendapat enam hingga delapan sisir.

Tidak seperti penjual lainnya yang berjualan di pasar, Hamdan langsung datang menghampiri rumah pelanggannya. Satu tandan pisang biasanya dijual seharga 30 sampai 50 ribu rupiah. Meski penghasilannya terbilang sangat kecil, bagi Hamdan semua yang ia dapat merupakan berkah.

"Emang kesusahan Abah sudah hampir 10 tahun. Jangankan modal hanya 100 ribu, nebang pisang hanya 30-50 ribu dari 3 hari saja 2 hari itu (langsung) habis," ucap Abah Hamdan menangis tersedu-sedu kepada tim berbuatbaik.id

Fisik Hamdan yang semakin menua tidak mendukung dirinya untuk bekerja terus menerus. Meski sudah terbiasa mengayuh sepeda, tetap saja tidak mudah mengayuh sepeda dengan memikul beban keranjang seberat hingga 30 kilogram di sisi kiri dan kanan, apalagi mengingat kondisi Hamdan sudah tak lagi muda.

Kaki Hamdan yang sekian tahun digunakan untuk mengayuh sepeda kini membuat sekujur kakinya nyeri hingga tidak dapat melangkah seperti dulu lagi. Selain nyeri, Hamdan mengaku juga sesekali pusing hingga pandangannya kabur. Dengan penghasilan yang tidak seberapa, Hamdan tentunya tidak mampu untuk berobat ke dokter dan hanya bisa bergantung pada obat-obatan di warung untuk mengatasi kondisinya.

"Alhamdulillah kan hati-hati jadi kita mah di pinggir aja supaya selamat. Kadang-kadang ada jatuh kadang-kadang kalau lagi puyeng. Alhamdulilah kaki kali jalan sakit, kalau sepeda lumayan. Hitung-hitung senam," ucapnya.

Bukan hanya kondisi fisiknya, kondisi tempat Hamdan menetap pun terlihat memprihatinkan. Di sebuah teras pekarangan berukuran enam kali dua setengah meter di kabupaten Karawang, Hamdan menghabiskan hari-harinya selama empat tahun belakangan. Hamdan terpaksa tinggal di sini karena tidak punya rumah sama sekali. Ia sempat ditawarkan untuk tinggal di rumah adik kandungnya, namun menolak karena tidak ingin merepotkan. Di sisi lain, adik kandung Hamdan juga bernasib tak berbeda jauh dengan Hamdan.

"Saya pernah menawarkan dia tinggal bareng. Saya bilang ke dia kalau mau tinggal bareng saya, saya juga orang susah, lalu bagaimana? Saya juga nggak tega sama saudara sendiri", ucap Yakub, adik kandung Hamdan.

Tempat tinggal Hamdan saat ini hanya memiliki satu sisi dinding bilik bambu, sedangkan sisi-sisi lainnya terbuka dan tidak memiliki dinding apa pun. Bukan berdinding seperti rumah pada umumnya, Hamdan hanya menggunakan tirai yang diikat pada beberapa batang pohon untuk melindunginya dari angin dan hujan.

Lantai yang masih berupa tanah juga menjadi masalah bagi Hamdan mengingat tanah akan licin apabila turun hujan. Untuk buang air sehari-hari, Hamdan harus berjalan 10 meter dari tempat tinggalnya ke sebuah jamban umum. Bahkan kondisi jamban tersebut sungguh memprihatinkan dan tidak terlihat dalam kondisi yang bersih dan sehat.

Meski harus menghadapi kenyataan yang pahit, Hamdan tidak pernah melupakan nikmat yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Hamdan percaya Tuhan kelak akan membawanya pada kebahagiaan sejati. (Detik)

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close