Nusantaratv.com - Orang dewasa yang memiliki sleap anea berisiko tinggi terkena Covid-19 parah bahkan kematian.
Hal itu terungkap dalam sebuah studi yang diterbitkan JAMA Network Open pada Rabu (10/11/2021). Sleep apnea atau apnea tidur adalah gangguan tidur serius yang menyebabkan pernapasan sering berhenti selama tidur.
Data menemukan bagai mereka yang memiliki gangguan tidur umum, sebesar 31 persen lebih kemungkinan dirawat di rumah sakit setelah terinfeksi Covid-19, dan 31 persen lebih kemungkinan meninggal.
Namun, gangguan tidur tidak meningkatkan risiko seseorang tinfeksi Covid-19, kata peneliti. "Jika ada gejala sleep apnea yang mengkhawatirkan, (orang harus) mempertimbangkan untuk mendiskusikan dengan penyedia layanan kesehatan mereka tentang kesesuaian tes tidur diagnostik," kata Dr. Reena Mehra, penulis studi, seperti dikutip dari UPI, Kamis (11/11/2021).
"Bagi mereka dengan diagnosis gangguan pernapasan saat tidur, seperti sleep apnea, data ini menunjukkan penurunan oksigen selama tidur dapat mengakibatkan hasil yang lebih buruk (dengan) Covid-19," lanjut direktur penelitian gangguan tidur di Klinik Cleveland itu.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), sekitar satu dari 15 orang dewasa di Amerika Serikat (AS) mengalami sleep apnea, yakni gangguan tidur serius yang menyebabkan pernapasan sering berhenti selama tidur.
Gejala sleep apnea yang paling umum dan terkenal adalah dengkuran keras dan perubahan pola pernapasan. Kondisi tersebut dapat menyebabkan hipoksia, di mana tubuh atau bagian tubuh kekurangan pasokan oksigen yang cukup.
Hipoksia juga merupakan komplikasi yang terkait dengan Covid-19 yang parah, dan alasan umum untuk rawat inap setelah terinfeksi Covid-19, kata Mehra dan rekan peneliti.
Dalam studi ini, para peneliti menganalisis data pada lebih dari 350.000 orang dewasa yang dites virus corona dalam Sistem Kesehatan Klinik Cleveland, di Ohio dan Florida, antara Maret dan November tahun lalu.
Hasilnya, terang peneliti, lebih dari 5.400 dari mereka yang diuji untuk Covid-19 telah menjalani evaluasi sebelumnya untuk sleep apnea. Menurut data, di antara mereka yang sebelumnya mengalami sleep apnea, 1.935, atau 36 persen, dinyatakan positif terinfeksi Covid-19. Dari mereka yang terpapar Covid-19, 1.018, atau 53 persen, memenuhi kriteria untuk sleep apnea.
Sementara itu, 1.646, atau 47 persen, dari peserta yang dites negatif Covid-19 memiliki tanda-tanda gangguan tidur. Peserta yang memiliki Covid-19 dan sleep apnea dirawat di rumah sakit dengan tingkat 31 persen lebih tinggi dibandingkan mereka yang terinfeksi yang tidak memiliki gangguan tidur.
Selain itu, mereka yang memiliki kedua kondisi tersebut sebesar 31 persen lebih mungkin meninggal karena virus corona. Ada kemungkinan jika gangguan aliran oksigen yang disebabkan sleep apnea menyebabkan peningkatan peradangan pada organ-organ penting dalam tubuh, termasuk paru-paru dan jantung, yang mengakibatkan Covid-19 yang lebih parah, meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi hal ini, tambah para peneliti.
"Temuan (kami) menunjukkann gangguan pernapasan khusus untuk tidur adalah pendorong yang buruk terhadap Covid-19," tukas Mehra. Namun, ungkap dia, data lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah pengobatan gangguan pernapasan saat tidur ini meningkatkan Covid-19.