Produsen EV di China Khawatir Karena Kebijakan Subsidi akan Berakhir

Nusantaratv.com - 02 Januari 2023

Ilustrasi kendaraan konsep Hyundai FE Fuel Cell Concept dipajang di International Consumer Electronics Show Asia (CES Asia 2017) di Shanghai, China (7/6/2017).
Ilustrasi kendaraan konsep Hyundai FE Fuel Cell Concept dipajang di International Consumer Electronics Show Asia (CES Asia 2017) di Shanghai, China (7/6/2017).

Penulis: Alber Laia

Nusantaratv.com - Produsen kendaraan listrik (EV) China diperkirakan akan berada di bawah tekanan seiring dengan penarikan subsidi oleh pemerintah setempat dan kondisi ketidakpastian pasca COVID-19, mengutip laporan Nikkei Asia, Senin.

Selain itu, krisis semikonduktor untuk EV yang terjadi secara global juga menjadi kekhawatiran lain yang disinggung oleh para pelaku industri. Hal tersebut diungkapkan mereka saat di pameran otomotif Auto Guangzhou 2022, yang dibuka pada Jumat (30/12) di kota China selatan.

Sebagai informasi, pasar kendaraan listrik China menuju rekor penjualan 6,5 juta unit pada 2022 yang didukung oleh kebijakan dan subsidi pemerintah setempat selama beberapa tahun terakhir. Menurut proyeksi Asosiasi Mobil Penumpang China, angka itu menunjukkan kenaikan pendapatan hampir dua kali lipat dari 3,52 juta unit pada 2021.

Total penjualan kendaraan hanya tumbuh 3,3 persen per tahun menjadi 24,3 juta unit dalam sebelas bulan pertama tahun 2022. Asosiasi memperkirakan pertumbuhan akan terjadi sebesar 3 persen untuk keseluruhan pasar pada 2023 dan pertumbuhan 31 persen untuk EV.

"Industri ini menghadapi risiko yang tidak sedikit. Misalnya, pasokan chip. Kami belum menangkap gambaran lengkapnya, yaitu menyelesaikan masalah mendasar," kata Feng Xingya yang merupakan seorang manajer umum di GAC Motor.

China, sebagai pasar EV terbesar di dunia, terpukul keras oleh gangguan pasokan chip yang dipicu oleh karantina COVID-19 sejak 2020 di samping ketegangan geopolitik dengan AS. Hal itu mendorong produsen mobil untuk memperlambat produksi dan menyesuaikan target penjualan.

GAC Motor sendiri pada Jumat (31/12) memproyeksikan pertumbuhan penjualan 10 persen untuk tahun 2023, turun dari perkiraan 12 persen untuk tahun ini.

"Kebijakan seputar EV, seperti pencabutan subsidi, adalah salah satu ketidakpastian lain yang dihadapi industri kami," kata Feng.

Sementara itu CEO Nio, William Li, belum lama ini mengatakan perusahaannya dapat menghadapi tekanan kuat pada paruh pertama tahun 2023 karena permintaan yang lebih lemah setelah pencabutan subsidi.

Saat ini, pembeli EV di China dapat menikmati diskon antara 4.800 yuan dan 12.600 yuan. Namun subsidi tersebut, yang telah dihapus secara bertahap sejak 2020, akan berakhir tahun ini.

Meskipun demikian, pendiri konsultan Sino Auto Insights di Beijing, Tu Le, memandang bahwa pemerintah China mungkin akan memperpanjang insentif EV. Hal tersebut mengingat China masih menghadapi kondisi ketidakpastian akibat pandemi dan tekanan pertumbuhan ekonomi.(Ant)

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close