Nusantaratv.com-Teka-teki tentang pelaku penganiayaan terhadap seorang wartawan media online di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara yang dilakukan sekelompok pria, akhirnya terungkap.
Korban bernama Jefri Barata Lubis membeberkan pelakunya adalah Ketua OKP yang juga seorang bos tambang emas ilegal berinisial AAN dan para anggotanya.
Diduga, korban dianiaya lantaran gencar memberitakan soal status AAN dalam lanjutan kasus tambang emas ilegal yang ditangani Polda Sumut pada 2020.
Korban mengaku sempat akan disuap.
Jefri Barata Lubis menuturkan tindak penganiayaan yang dialaminya bermula
ketika dia bertemu dengan sejumlah anggota dari Ketua OKP berinisial AAN di Lopo Mandailing Coffee sekitar pukul 20.30 WIB pada Jumat (4/3/2022).
"Jadi sebelumnya saya menyoroti status tersangka tambang emas ilegal oknum berinisial AAN. Kasus ini sebenarnya sudah terjadi di tahun 2020 dan mengendap di Polda Sumut," beber Jefri, Minggu (6/3/2022).
Jefri menyatakan, dalam pemberitaan yang ditulisnya, dirinya tidak ada menyebutkan AAN sebagai Ketua OKP.
Lagi pula, saat kasusnya ditangani Polda Sumut pada tahun 2020, AAN belum menjadi Ketua OKP seperti sekarang.
Jefri kembali mengangkat kasus ini lantaran AAN disebutnya sebagai perusak Sungai Batang Natal di Madina.
Berdasarkan penelusuran Jefri, September tahun 2020 AAN sempat ditangkap oleh Polda Sumut.
"Ada bukti berkas perkaranya sama kami. Ternyata saat kami tanyakan kepada Kejati Sumut, berkas yang masuk hanya SPDP di tahun 2020," ujarnya.
Kemudian ia menggali informasi soal tambang emas ilegal ini.
Karena tidak ada berkas berikutnya dari Polda Sumut setelah SPDP, tahun 2021 SPDP dikembalikan lagi ke Polda Sumut.
Tak lama kemudian, AAN ditangguhkan dari Polda Sumut.
Jefri pun gencar memberitakan perihal kejanggalan penanganan kasus AAN tersebut.
Pemberitaan yang dibuat Jefri membuat AAN merasa terganggu.
Terlebih ada berita dari pengamat yang mendesak agar AAN ditahan dan barang bukti dipertanyakan kepada Polda Sumut.
"Nah, pada hari Jumat itu saya ditelpon anggotanya AAN. Dibilang AAN mau ngomong. Saya bilang apa itu. Lalu AAN bilang kepada saya tolong lah saudara jangan diberitakan. Bagaimana solusinya. Biar si Alhasar dan Awal yang mengurus sama saudara," tutur Jefri.
Merespon permintaan AAN, Jefri mengatakan, bahwa soal penghentian berita tidak bisa dilakukan, karena dia menggarap kasus ini bersama tim.
"Kubilang sama AAN, aku bersama tim, sehingga tidak bisa memutuskan. Lagian aku harus bilang sama kawan-kawan dulu. Nah, minta ketemu lah jam 13.00 WIB," ungkap Jefri.
Jefri menuturkan siang itu ia menemui dua anggota AAN yakni Alhasar dan Awal di Pujasera.
Dalam pertemuannya itu, anggota AAN menanyakan kepada Jefri bagaimana solusi agar tidak diberitakan lagi.
"Anggotanya bilang bagaimana lah pengamanannya. Oh, saya bilang, saya tidak bisa ngomong, maaf. Nanti diduga pemerasan pula. Itu saya bilang ke anggota AAN," tutur Jefri.
Jefri membenarkan bahwa anak buah AAN sempat mengimingng-imingi uang (tanpa menyebutkan angka). Tapi ia tidak mau karena ada tim yang bekerja untuk melakukan pemberitaan.
"Ku bilang kalau mereka yang minta, ya mereka lah yang lempar bola. Baru kubilang ke kawan-kawan. Kalau aku yang disuruh sebutkan angka, enggak lah. Aku enggak mau," sebutnya.
Jefri tidak ingin dituduh melakukan pemerasan.
Pertemuan pada siang hari itu, sambung Jefri, berakhir tanpa solusi yang diinginkan anggota AAN.
"Sorenya, Awal kembali menghubungi saya untuk kembali berjumpa karena sudah ada jawaban dari ketuanya (AAN). Dia bilang tak bisa disampaikan lewat telepon, tapi harus berjumpa," ujar Jefri.
Tapi saat itu Jefri sudah merasa curiga dengan gerak gerik Alhasar yang terlihat gelisah.
Alhasar tiba-tiba memberi hormat. Lalu, Jefri melihat ke belakang, sembari Alhasar tiba-tiba memukul wajahnya.
Saat pemukulan terjadi, Jefri melihat orang di luar cafe tersebut cukup banyak. Akan tetapi, yang memukulnya ada beberapa orang saja.
Khwatir hal yang lebih buruk menimpa dirinya, Jefri pun berlari ke dalam cafe.
"Luka ada di pelipis mata. Bengkak di leher. Lutut lecet. Pundak memar-memar, serta lainnya," ungkapnya.
Setelah dianiaya, Jefri langsung menelepon Kasat Reskrim Polres Madina untuk melaporkan kejadian.
Tak lama, Kanit Jatanras menghampirinya di lokasi.
Rekan-rekannya pun menghampiri lokasi.
"Lalu kami ke Polres Madina buat laporan. Ke depan akan melakukan proses hukum atas kejadian ini. Ini harga diri wartawan juga, menjaga marwah wartawan," ujar Jefri.
Diketahui, AAN, Ketua OKP di Kabupaten Mandailing Natal yang terlibat aksi penganiayaan terhadap wartawan bernama Jefri Bharata Lubis masih menyandang status tersangka.
AAN ternyata pernah ditangkap Polda Sumut terkait kasus tambang emas ilegal.
Namun Polda Sumut melepas AAN dengan cara penangguhan hingga kasusnya mengendap sejak tahun 2020.
Menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sumut, Kombes Jhon Charles Edison Nababan kasus yang menjerat AAN sudah tahap satu.
"Itu sudah kami kirim berkasnya tahap I ke JPU. Kami kirim pada Februari lalu. Soal kasus tambang ilegal. Prosesnya nanti kita lihat hasil penelitian jaksa apa bila sudah lengkap, ya dilakukan tahap II," ujar Jhon kepada Tribun-medan.com, Minggu (6/3/2022).
Sementara perihal alasan ditangguhkan, sambung Jhon Charles, itu merupakan pertimbangan penyidik.
"Ditangguhkan kemarin kan karena ada permohonan dari keluarga pada September tahun lalu," pungkasnya. (dari berbagai sumber)