Dijelaskan, Tahun 2017 masyarakat pernah terlibat dalam studi banding disejumlah tempat geothermal. Yaitu di Kamojang dan Pekalongan.
“Sesuai fakta didokumen yang kita dapat, bahwa ada utusan Warga Wae Sano yang terlibat dari studi banding ini. Saya berharap pak Frans bisa menanyakan warga yang kala itu ikut studi banding di tahun 2017. Sedikitnya ada 3 warga yang ikut studi banding kala itu,” kata Bupati.
Bupati menerangkan, Sementara pada tahun 2021 pada bulan September Pemda Mabar juga mengunjungi salah satu titik yaitu di Patuha. Di Patuha sekelilingnya terdapat lokasi pertanian yang luar biasa. Orang pelihara sapi, sayuran dan luar biasa kehidupan sektor pertanian di Patuha tersebut. Begitu juga di Kamojang Bandung.
Baca Juga: Empat Desa di Kabupaten Ende Jadi Model Desa Bambu Lestari
“Apa artinya, yang kita lihat termasuk disejumlah dokumen yang kita telaah, kita cermati bahwa geothermal tidak mengganggu sektor pertanian. Namun kalau ditemukan sejumlah data atau fakta oleh segenap keluarga di Wae Sano bahwa gheotermal menggangu ketenteraman warga, sampaikan keluhan dan tuntutan itu, supaya Pemkab meneruskanya ke Pempus termasuk Bank Dunia,” ungkapnya.
Pemerintah terus mencermati dan menganalisa sejumlah dokumen hasil penelitian termasuk studi banding baik yang dilakukan pemerintah maupun yang dilakukan masyarakat ditahun 2017. Kalau dampak positif lebih dominan, tentu Pemda Mabar tidak punya alasan yang cukup untuk tidak bersinergi dengan Pemerintah Pusat.
“Saya kira itu beberapa hal yang dapat kami tanggapi terkait dengan Hal yang disampaikan oleh juru bicara tadi,” tutupnya.