Nusantaratv.com-Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamen Kominfo), Nezar Patria mengatakan lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) tentang Peraturan Presiden tentang Tanggung Jawab Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas yang lebih dikenal dengan sebutan Perpres Publisher Right harus menjadi pemacu semangat industri media untuk melahirkan jurnalisme berkualitas.
Mantan aktifis yang sempat menekuni jurnalistik ini menegaskan Perpres Publisher Right tidak untuk melukai siapapun. Tidak ada intensi untuk membuat satu platform digital bangkrut. Justru ingin membuat hubungan yang sehat
Hal itu disampaikan Nezar Patria dalam acara dialog NTV Prime bersama presenter Donny De Keizer di Studio NusantaraTV, Jumat (23/2/2024).
"Ini jadi PR buat industri media bagaimana bisa melahirkan jurnalisme berkualitas. Kalau menurut saya nanti bisa didiskusikan lah di komunitas tersendiri. Bagaimana langkah-langkah inovatifnya? Kualitas tentu saja menjadi standar yang harus dipenuhi," kata Nezar.
"Jurnalisme yang berkualitas itu apa ya? Kan kita harus definisikan. Kita sebut dia dengan good journalism. Itu paduan antara skil plus etik," imbuhnya.
Merujuk pada definisi tersebut, kata Nezar, maka skillnya harus ditingkatkan.
"Bicara soal skill kan kompetensi. Di sana ada kreatifitas. Bagaimana membuat produk yang berat menjadi enak disimak oleh pemirsa, pembaca ataupun viewer," terangnya.
Menurut Nezar, hal-hal tersebut merupakan tantangan-tantangan dalam jurnalistik.
Setiap media tentunya memiliki formula yang berbeda.
"Kalau itu kan internal news room ya. Bagaimana formulanya? Formulanya NusantaraTV dengan televisi yang lain kan pasti berbeda. Ada faktor eksternal dan internal yang berpengaruh terhadap kualitas jurnalisnya," tuturnya.
Dalam pandangan Nezar, secara eksternal kalau kompetisinya sehat maka akan tercipta kompetisi yang makin tajam dan kuat.
"Inovasi jangan berhenti. Karena berada di platform digital tantangan nya jauh lebih besar. Sebab karakter dari core audiens kita sekarang dengan cepat switch. Jadi engga ada loyalitas. Dia bisa loncat-loncat. Kalau dalam 3-4 detik menurut audiens tidak menarik, mereka langsung melakukan scroll dan berpindah ke konten lain. Lewat kita," ujarnya.
Meski Perpres Publisher Right telah memuat aturan yang bertujuan menciptakan ekosistem yang sehat bagi industri media, namun tak dapat dipungkiri industri media menghadapi tantangan terbesar pada aspek bisnis. Hal ini tentu memunculkan tanda tanya besar, apakah perusahaan pers mampu mengatasi tantangan-tantangan yang berat dan cepat sehingga bisnisnya juga bisa berjalan?
"Nah ini memang harus dipikirkan. Pemerintah pasti nggak akan ikut campur dalam soal bagaimana kreatifitas itu?" tukasnya.
"Karena itu kan wilayah kebebasan pers. Jadi kita nggak boleh masuklah di area itu," tambahnya.
Nezar menekankan Perpres Publisher Right diterbitkan dalam rangka untuk membuat ekosistem itu sehat.
Baca juga: Wamen Kominfo Nezar Patria: Perpres Publisher Right Bukan Obat untuk Segala Penyakit
"Salah satu yang menyanggah. Bagaimana ekosistem bisa berlangsung lebih lebih fair. Selebihnya saya kira bisa dibangun kerjasama yang lebih luas dengan platform digital. Mereka kan membutuhkan konten yang bermutu juga. Kan itu timbal-balik sebetulnya," terangnya.
"Jadi satu platform yang bisa melayani audiens ataupun pabrik dengan informasi yang bermutu. Otomatis persepsi tentang trust yang didapat oleh parform digital ini pastinya lebih kuat," lanjutnya.
"Anda bayangkan kalau anda masuk ke dalam search engine (mesin pencari) yang didapat informasi sampah semua. Karena itu search engine juga berupaya untuk membuat indexing konten-konten yang bermutu. Informasi-informasi yang bisa membantu publik dan
kualitas informasi. Search engine itu pasti dicari orang," imbuhnya.
Simbiosis Mutualisma
Ditanyakan apakah pemerintah sudah mempertimbangkan kemungkinan perusahaan platform digital internasional menarik diri dari Indonesia karena tidak nyaman dengan lahirnya Perpres Publisher Right.
"Saya engga yakin akan sampai demikian. Karena kerjasama yang terbangun dengan platform digital ini kan news. Itu hanya bagian kecil dari ekosistem yang sudah terbentuk," ujarnya.
Nezar menilai hal itu tidak akan menjadi satu trigger (pemicu) untuk mengambil langkah kontraproduktif.
Kendati demikian, Nezar tidak menafikan lahirnya Perpres Publisher Right membuat posisi tawar yang satu lebih tinggi dari yang lain.
"Ya, mungkin bisa begitu. Kalau dari hasil interaksi kita dengan semua stakeholder, baik publisher maupun digital hampir semuanya memberikan gesture yang positif. Memahami Perpres ini tidak untuk melukai siapapun. Tidak ada intensi untuk membuat satu platform digital bangkrut. Justru ingin membuat hubungan yang sehat," jelasnya.
Malah, sambung Nezar, lahirnya Perpres Publisher Right akan memacu lahirnya konten-konten yang bermutu dari perusahaan pers. Dan tujuan sesungguhnya dari Perpres ini adalah simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan.
Ia mengungkapkan proses lahirnya Perpres Publisher Right sangat kompleks. Tidak semudah yang dipikirkan. Hal itu terjadi karena banyak tarik-menarik kepentingan. Baik antar platform digital maupun antar publisher.
"Terjadi persaingan dan kompetisi. Bagaimana mengelola kompetensi yang multidimensi ini dan bisa duduk bareng. Lalu kita cari point
communality nya atau poin kesamaannya. Yang penting kita punya lapangan yang rata," tandasnya.
Kalau mengacu pada Pasal 7 Perpres Publisher Right banyak format kerjasama antara industri media dengan platform digital yang bisa disepekati.
"Bentuknya bisa macam-macam termasuk misalnya memberikan pelatihan atau meningkatkan kompetensi. Bagaimana konten-konten yang berkualitas itu bisa lebih terlihat dalam timeline," ujarnya.
Terlepas dari misi mulai Pemerintah melalui lahirnya Perpres Publisher Right. Ada problematika mendasar yang dihadapi industri media utamanya soal kesejahteraan jurnalis.
"Betul. Kalau itu kita sepakat. Organisasi pers yang tidak bisa menyejahterakan jurnalisnya sangat sulit untuk mengharapkan karya bagus lahir dari sana," kata Nezar.
"Jadi memang yang basic itu harus dipenuhi," pungkasnya.