Nusantaratv.com - Presiden Rusia Vladimir Putin membantah memiliki niat menggunakan senjata nuklir di Ukraina.
Dia menyebut konflik yang terjadi di negara tetangga itu sebagai bagian dari dugaan upaya Barat untuk mengamankan dominasi globalnya. Dikutip dari The Associated Press (AP), Jumat (28/10/2022), pria berusia 70 tahun itu mengatakan, tidak ada gunanya bagi Rusia untuk menyerang Ukraina dengan senjata nuklir.
"Kami melihat tidak perlu untuk itu. Tidak ada gunanya itu, baik politik, maupun militer," ujar Putin saat berbicara pada konferensi pakar kebijakan luar negeri internasional, pada Kamis (27/10/2022).
Dia mengatakan peringatan sebelumnya tentang kesiapannya untuk menggunakan segala cara yang tersedia untuk melindungi Rusia tidak sama dengan serangan senjata nuklir. Di mana pernyataan itu muncul sebagai tanggapan terhadap pernyataan Barat tentang kemungkinan penggunaan senjata nuklirnya.
Putin secara khusus menyebutkan Liz Truss mengatakan pada Agustus, bahwa akan siap untuk menggunakan senjata nuklir jika dia menjadi Perdana Menteri (PM) Inggris, sebuah pernyataan yang dia katakan mengkhawatirkan Kremlin.
"Apa yang seharusnya kita pikirkan? Kami melihat itu sebagai posisi terkoordinasi, upaya untuk memeras kami," imbuhnya.
Dalam pidato panjang yang penuh dengan kecaman terhadap Amerika Serikat (AS) dan sekutunya, Putin menuduh mereka mencoba mendikte persyaratan mereka ke negara lain. Barat dinilai menggunakan permainan dominasi yang berbahaya, berdarah, dan kotor.
Pemimpin Rusia ini mengklaim kebijakan Barat akan menimbulkan lebih banyak kekacauan. "Dia yang menabur angin akan menuai badai," ujarnya.
"Manusia sekarang menghadapi pilihan, menumpuk beban masalah yang pasti akan menghancurkan kita semua atau mencoba menemukan solusi yang mungkin tidak ideal tetapi dapat berhasil dan dapat membuat dunia lebih stabil dan aman," ungkap Putin.
Di sisi lain, Putin menyatakan, Rusia bukanlah musuh Barat tetapi akan terus menentang diktat yang diklaim oleh para elit neo-liberal Barat, menuduh mereka berusaha menaklukkan Rusia.
"Tujuan mereka adalah membuat Rusia lebih rentan dan mengubahnya menjadi instrumen untuk memenuhi tugas geopolitik mereka, mereka telah gagal mencapainya dan mereka tidak akan pernah berhasil," urainya.
Putin juga menegaskan kembali klaim lama jika Rusia dan Ukraina adalah bagian dari kesatuan. Dia menegaskan Kiev merupakan negara buatan yang menerima tanah Rusia bersejarah dari penguasa Komunis selama masa Uni Soviet.
Dalam konteks itu, Putin mengakui jika pertempuran di Ukraina secara efektif sama dengan perang saudara. Dia mengaku berpikir sepanjang waktu tentang korban yang diderita Rusia di Ukraina.
Namun, Putin bersikeras jika penolakan NATO untuk mengesampingkan calon keanggotaan Ukraina dan penolakan Ukraina untuk mematuhi kesepakatan damai untuk konflik separatis di timur negara itu telah membuat Rusia tidak memiliki pilihan lain.
Dia membantah meremehkan kemampuan Ukraina untuk melawan dan bersikeras jika 'operasi militer khusus' telah berjalan sesuai rencana. Putin juga mengakui tantangan yang ditimbulkan oleh sanksi Barat, tetapi berpendapat jika Rusia telah terbukti tahan terhadap tekanan asing dan telah menjadi lebih bersatu.
Sementara itu, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS), John Kirby, menanggapi pidato Putin. Pihaknya tidak yakin tujuan strategis Putin telah berubah di sini. "Dia (Putin) tidak ingin Ukraina ada sebagai negara bangsa yang berdaulat dan merdeka," tukas Kirby.