Nusantaratv.com - Shayara Bano menghela nafas lega. Sebab, undang-undang (UU) yang melarang poligami di sebuah negara bagian Uttarakhand, India, telah disahkan.
Ini merupakan puncak dari upayanya selama bertahun-tahun termasuk kasusnya sendiri di hadapan Mahkamah Agung negara tersebut.
"Saya sekarang dapat mengatakan perjuangan saya melawan aturan Islam kuno tentang pernikahan dan perceraian telah dimenangkan," kata Bano, seorang wanita Muslim yang suaminya memilih untuk memiliki dua istri dan menceraikannya dengan mengucapkan talaq sebanyak tiga kali, seperti dilansir dari Reuters, Senin (12/2/2024).
"Izin bagi pria Islam untuk memiliki dua istri atau lebih pada saat yang sama harus diakhiri," lanjutnya kepada Reuters.
Sementara wanita Muslim lainnya, Sadaf Jafar tidak menyetujui undang-undang baru tersebut, yang menghapuskan praktik-praktik seperti poligami dan perceraian instan, meskipun dia telah melakukan gugatan di pengadilan terhadap suaminya karena menikahi wanita lain tanpa persetujuannya.
"Poligami diperbolehkan dalam Islam berdasarkan aturan dan regulasi yang ketat namun hal ini justru disalahgunakan," kata Jafar.
Dia kini sedang berjuang mencari tunjangan untuk menghidupi kedua anaknya. Jafar mengatakan tidak berkonsultasi dengan ulama Islam karena berharap pengadilan India akan memberikan keadilan.
Penerapan Uniform Civil Code di negara bagian Uttarakhand telah membuka jurang pemisah antara perempuan di agama minoritas terbesar di India. Bahkan di antara beberapa perempuan yang kehidupannya berubah drastis ketika suami mereka berpoligami
Sejumlah pihak, seperti aktivis Bano (49 tahun) menganggap ketentuan baru ini sebagai penegasan hukum sekuler yang sudah terlambat dibandingkan dengan hukum syariah yang serupa mengenai pernikahan, perceraian, warisan, adopsi dan suksesi.
Bagi pihak lain seperti Jafar, politisi Muslim dan cendekiawan Islam, ini adalah tindakan yang tidak disukai oleh partai nasionalis Hindu pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi.
Penerapan peraturan tersebut di Uttarakhand diperkirakan akan membuka jalan bagi negara-negara bagian lain yang dipimpin Partai Bharatiya Janata (BJP) yang dipimpin Modi untuk mengikuti jejaknya, atas penolakan keras dari beberapa pemimpin dari 200 juta Muslim yang menjadikan India sebagai negara Muslim terbesar ketiga di dunia.
Para pemimpin BJP mengatakan undang-undang baru ini merupakan reformasi besar, yang berakar pada konstitusi India pada 1950, yang bertujuan memodernisasi undang-undang pribadi Muslim di negara tersebut dan menjamin kesetaraan penuh bagi perempuan.
Sebuah survei pada 2013 menemukan 91,7 persen wanita Muslim di seluruh negeri mengatakan pria Muslim tidak boleh berpoligami. Namun, banyak umat Islam yang menuduh partai Modi menjalankan agenda Hindu yang mendiskriminasi mereka dan menerapkan undang-undang yang mengganggu Islam.
Syariah mengizinkan pria Muslim untuk memiliki hingga empat istri dan tidak ada aturan ketat yang melarang pernikahan anak di bawah umur.
Jafar, yang mencalonkan diri bersama partai oposisi utama Kongres, menyebut pengesahan undang-undang tersebut sebagai taktik pemerintahan Modi untuk menampilkan Islam dalam sudut pandang yang buruk dan mengalihkan perhatian dari isu-isu mendesak seperti peningkatan taraf hidup umat Islam.
Mahkamah Agung pada 2017 menyatakan perceraian instan dalam Islam tidak konstitusional, namun perintah tersebut tidak melarang poligami atau praktik lain yang menurut para kritikus melanggar persamaan hak bagi perempuan.
Selain larangan poligami, undang-undang baru ini menetapkan usia minimum untuk menikah bagi kedua jenis kelamin dan menjamin pembagian yang sama dalam harta warisan bagi anak angkat, anak yang lahir di luar nikah, dan anak yang dilahirkan melalui kelahiran pengganti.
Meskipun para pemimpin BJP dan aktivis hak-hak perempuan mengatakan undang-undang tersebut bertujuan mengakhiri praktik regresif, beberapa politisi Muslim mengatakan undang-undang tersebut melanggar hak dasar untuk menjalankan agama.
Dewan Hukum Personal Muslim Seluruh India menyebut peraturan tersebut tidak praktis dan merupakan ancaman langsung terhadap masyarakat multi-agama India. "Larangan poligami tidak masuk akal karena data menunjukkan sangat sedikit pria Muslim yang memiliki lebih dari satu istri di India," kata pejabat dewan S.Q.R. Ilyas.
Dia menambahkan pemerintah tidak berhak mempertanyakan hukum syariah.
"Islam memiliki ketentuan yang cukup untuk memberikan kehidupan yang bermartabat. Kami tidak memerlukan (kode etik) tetapi yang kami butuhkan adalah keadilan yang cepat bagi perempuan yang memperjuangkan hak asasi manusia, dan martabat mereka," tukas Jafar, yang tinggal bersama dua anaknya di negara bagian utara Uttar Pradesh.