Nusantaratv.com - Rakyat Pakistan tengah menghadapi situasi yang berat. Setelah dihantam banjir dahsyat, kini rakyat Pakistan menghadapi ancaman yang sangat berbahaya yaitu penyakit yang ditularkan melalui air termasuk kolera dan demam berdarah.
Banjir yang disebabkan oleh rekor hujan monsun dan pencairan gletser di wilayah pegunungan utara Pakistan sejauh ini telah merenggut nyawa lebih dari 1.400 orang, dan mempengaruhi sekitar 33 juta lebih. Banjir ini menghanyutkan rumah, jalan, rel kereta api, ternak, dan tanaman. Kerugian diperkirakan mencapai lebih dari USD30 miliar (Rp447 triliun).
"Karachi melihat wabah demam berdarah ketika ratusan dan ribuan pasien melapor setiap hari di rumah sakit pemerintah dan swasta. Kasus DBD tahun ini 50% lebih tinggi dari tahun lalu. Dengan 584.246 orang di kamp-kamp di seluruh negeri, krisis kesehatan dapat mendatangkan malapetaka jika tidak terkendali," terang Menteri Iklim Pakistan Sherry Rehman, Senin (12/9/2022).
Mirisnya, dalam sebuah pernyataan pada Senin (12/9/2022), Ketua Menteri Sindh Murad Ali Shah mengatakan hujan muson yang berkepanjangan akan memukul mundur upaya untuk membersihkan air, dengan perkiraan berkisar antara 3 hingga 6 bulan di beberapa daerah yang terkena dampak terburuk.
"Kami mempercepat upaya kami untuk menyediakan obat-obatan dan obat-obatan ke 81 kabupaten yang terkena bencana banjir di negara ini. Namun, ini masih perkiraan awal karena data baru muncul di lapangan," ujarnya, mengutip okezonecom.
Baik pemerintah Pakistan dan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB) Antonio Guterres menyalahkan perubahan iklim global atas memburuknya cuaca ekstrem yang menyebabkan "musim hujan pada steroid", dan telah menenggelamkan sepertiga daratan negara itu.
Guterres meminta masyarakat internasional pada Jumat (9/9/2022) untuk mendukung Pakistan yang dilanda banjir, dengan alasan bahwa sementara kontribusi negara Asia Selatan terhadap perubahan iklim sangat minim, itu adalah salah satu yang paling terkena dampak konsekuensinya.