Nusantaratv.com - Turki menuntut perubahan dalam Dewan Keamanan (DK) PBB. Turki ingin hak veto yang dimiliki lima anggota tetap DK PBB, yakni Amerika Serikat, Inggris, Prancis, China, dan Rusia, dihapus. Tujuannya agar membuat DK lebih inklusif.
Usulan tersebut dilontarkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Turki Mevlut Cavusoglu, di sela Sidang Majelis Umum PBB ke-77 di New York, Amerika Serikat. Menariknya, Amerika Serikat (AS) juga mengusulkan gagasan serupa baru-baru ini.
Bukan hanya hak veto, Cavusoglu juga menyoroti keanggotaan DK PBB, yakni lima tetap ditambah 10 tidak tetap.
"Kami yakin Majelis Umum, Dewan Keamanan, harus lebih inklusif. Ada banyak formula datang dari berbagai negara dan semua harus terwakili dengan baik di sini," kata Cavusoglu.
"Tentu saja, syaratnya bisa ditentukan sesuai dengan (jumlah) populasi, luas, serta letak geografis masing-masing negara. Tapi di sisi lain, hak veto juga harus dihapus," ujarnya, mengutip INewsid.
Dia menambahkan, sejak lama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga memperjuangkan visi yang diberi nama "Dunia Lebih Besar dari Lima," mengacu pada jumlah anggota tetap DK PBB.
PBB didirikan pada akhir Perang Dunia II oleh kekuatan sekutu yang menang dalam perang. Semuanya mendapat kursi permanen di DK. Total anggota DK ada 15 negara, 10 lainnya merupakan anggota tidak tetap yang dipilih secara bergantian.
Saat berkunjung ke Afrika pada 2021, Erdogan menyebut pengaturan itu sebagai tidak adil dan lawas karena hanya segelintir negara mendominasi dunia. Saat itu Presiden Rusia Vladimir Putin menolak gagasan itu dengan mengatakan jika hak veto dihapus PBB akan mati pada hari yang sama. Organisasi perdamaian pun berubah kembali menjadi Liga Bangsa-Bangsa, yang tidak berdaya.
Namun, usul Erdogan saat ini mendapat dukungan dari AS. Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas Greenfield mengatakan, pengaturan DK merupakan status quo yang tidak berkelanjutan dan ketinggalan zaman. Presiden AS Joe Biden juga mengusulkan anggota DK diperluas serta membatasi hak veto hanya bisa diberikan untuk merespons kondisi yang langka dan luar biasa.