Nusantaratv.com - Perhelatan World Water Forum (WWF) ke-10 akan dilengkapi dengan forum diskusi dan pameran mengenai Subak dan Jalur Rempah untuk mengenalkan kearifan lokal dalam pengelolaan air ke kancah dunia.
Acara ini dihelat di Bali International Covention Center, pada 21-25 Mei 2024.
Diskusi bertajuk "Subak dan Spice Route" ini akan menunjukkan prinsip-prinsip kesejahteraan bersama dengan menunjukkan bagaimana praktik pengelolaan air berkelanjutan dapat memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat, mendorong stabilitas ekonomi, kohesi sosial, dan pengayaan budaya.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Hilmar Farid, Wakil Direktur Jenderal UNESCO, Xing Qu, Pengelola Pura Ulun Danau Batur dan dosen Universitas Udayana, I Ketut Eriadi Ariana akan menjadi pemantik diskusi dan dimoderatori I Gusti Ngurah Gede Agung Pradipta dari Universitas Pendidikan Nasional Bali.
"Diskusi ini akan mengenalkan sistem Subak di Bali atau sistem pengelolaan air tradisional yang berakar kuat pada filosofi dan budaya masyarakat adat, dan kaitannya erat dengan Jalur Rempah. Hal ini sejalan dengan tema utama WWF yaitu 'Air untuk Kemakmuran Bersama'," ujar Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Kemendikbudristek, Irini Dewi Wanti, Minggu (19/5/2024).
Forum ini bertujuan meningkatkan kesadaran para pemangku kepentingan, termasuk pembuat kebijakan, peneliti, dan masyarakat lokal, tentang nilai pengetahuan tradisional Indonesia dalam mengatasi tantangan kontemporer terkait air, seperti mata pencaharian, pelestarian keanekaragaman hayati air, dan pemberdayaan masyarakat.
Selain itu, sesi ini bertujuan untuk mendorong kolaborasi dan kemitraan antara lembaga pemerintah, lembaga budaya, dan masyarakat lokal untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip Subak ke dalam inisiatif pengelolaan air nasional.
Selama 10 tahun terakhir, dialog antara pengelola air dan ahli warisan budaya telah diselenggarakan mengenai pentingnya warisan material, tata kelola dan spiritual terkait air untuk tantangan pengelolaan air saat ini dengan tujuan meningkatkan minat untuk 'belajar dari masa lalu' dan memberi nilai tambah pada intervensi pengelolaan air di masa depan.
Kemudian mendorong kegiatan nasional mengenai air dan warisan budaya antara lembaga pengelolaan air dan warisan budaya, dan mengembangkan agenda tematik untuk penelitian mengenai pentingnya warisan terkait air untuk tantangan pengelolaan air.
"Peserta nanti akan memperoleh wawasan tentang bagaimana pengetahuan tradisional dapat menawarkan solusi efektif untuk mengatasi tantangan global kontemporer," jelas Irini.
Hasil dari sesi ini adalah untuk mengkatalisasi aksi dan kolaborasi dalam memanfaatkan sistem Subak dan warisan Jalur Rempah sebagai solusi terhadap tantangan air kontemporer, sekaligus memastikan pelestarian warisan budaya dan pemberdayaan masyarakat lokal.
Kearifan Lokal Tak Tergantikan
Sesi ini tidak hanya memberikan tampilan informatif tetapi juga melibatkan audiens melalui beragam format.
Mulai dari dari pemutaran film dokumenter, lokakarya mini, presentasi kuliner, pameran produk kerajinan, dan teknik pemetaan video untuk menyampaikan secara visual konsep filosofis Subak dan Jalur Rempah dalam pameran "TELU".
Dalam kehidupan masyarakat Bali, dua kearifan lokal ini telah menjadi ciri khas yang tak tergantikan. Manajemen air melalui subak dan penggunaan rempah-rempah dalam kehidupan sehari-hari.
Sejak zaman dahulu hingga kini, keduanya tetap lestari, menjadi tulang punggung budaya Bali yang kaya.
Mengambil langkah pertama menuju penjelajahan yang mendalam terhadap kekayaan budaya Bali, "TELU" hadir sebagai titik temu harmoni dan warisan.
"TELU", yang bermakna "tiga" dalam bahasa Bali, tidak hanya mencerminkan filosofi Tri Hita Karana yang mendalam, melainkan juga menghidupkan kembali kearifan kuno melalui serangkaian pengalaman yang memikat.
Menulusuri Pasar Rempah pada jalur rempah-rempah kuno, "TELU" mengajak kita untuk menyingkap kenikmatan aromatik di Pasar Rempah. Temukan kekayaan cita rasa, wewangian, dan kuliner eksotis dalam perjalanan ini.
Melalui seni yang dinamis, "TELU" mengungkap jiwa Bali. Tentu keindahannya dapat dilihat dalam setiap sapuan kuas dan gerakan tarian, yang memperlihatkan kekayaan warisan dan kreativitas tak terbatas.
Di balik kemegahan Subak, sistem irigasi tradisional Bali, terletak harmoni alam dan masyarakat. "TELU" membawa Anda untuk menemukan kearifan mendalam dalam praktik kuno ini, yang menjadi warisan abadi untuk pertanian berkelanjutan.
"Ini merupakan perjalanan yang tak terlupakan menuju jantung budaya Bali di 'TELU', di Museum Pasifika Nusa Dua Bali. Momen ini sebagai langkah awal untuk memahami dan menghargai kekayaan budaya Bali yang tak ternilai harganya," tukas Irini.