Nusantaratv.com - Persoalan hukum yang menjerat Kapal MT Tutuk masih terus berlanjut. Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) disebut tak mengetahui hasil gugatan praperadilan yang memutuskan bahwa pengadilan negeri meminta segel dari barang bukti tindak pidana terkadang kapal tersebut, dibuka dan dikembalikan ke pemilik, pada 27 April 2022 lalu. Sebab, proses hukum yang dilakukan Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum KLHK) itu, dinilai pengadilan tidak benar.
"Gakkum KLHK diduga tidak jujur kepada Kejati Kepri sehingga mereka memproses SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) hingga dua kali dengan objek yang sama," ujar Presiden Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), HM Jusuf Rizal, kepada wartawan, Selasa (16/1/2024).
Diketahui, Kapal MT Tutuk dituding tak memiliki izin operasional dan mengangkut 5.500 ton limbah B3, bukannya bukan fuel oil atau minyak bakar. Akibatnya, kapal milik PT Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans (PNJNT) itu diproses hukum oleh Gakkum KLHK.
"Dalam beberapa rapat koordinasi bersama Gakkum KLHK dan Deputi Hukum Menkopolhukam Sugeng, tidak pernah disampaikan secara terbuka, jika sebelumnya sudah ada hasil praperadilan," kata Jusuf.
Tuduhan Gakkum KLHK, lanjut dia, tak masuk akal. Sebab, sudah ada hasil laboratorium PT Sucofindo, perusahaan BUMN, terkait muatan Kapal MT Tutuk.
"Lalu dikatakan tidak memenuhi persyaratan administrasi terbantahkan, karena sudah ada izin ship to ship dari Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub serta inward manifest dari Bea Cukai, Kementerian Keuangan," kata Ketua Relawan Proja Jokowi-Amin pada Pilpres 2019 itu.
Karena merasa tidak ada yang dilanggar, PT PNJNT yang merupakan anggota Himpunan Pengusaha LIRA Indonesia (Hiplindo), melakukan perlawanan hukum praperadilan, hingga akhirnya keluar putusan tadi.
"Namun Gakkum KLHK bukannya menjalankan putusan pengadilan, tapi 5 Agustus 2022 malah menerbitkan SPDP I dan SDPD II, 9 Januari 2023 mentersangkakan direktur PT PNJNT dengan Pasal 106, UU 32 Tahun 2009 tentang lingkungan hidup dengan objek yang sama yang telah diputuskan dalam praperadilan," kata Jusuf.
"Jadi ketika dikonfirmasi ke pihak Kejati terhadap kasus ini, diduga ada mens rea (niat jahat) Gakkum KLHK, karena pihak Kejati Kepri tidak pernah diberitahu bahwa ada hasil praperadilan," kata Jusuf.
Semestinya, lanjut dia, Gakkum KLHK menjalankan putusan pengadilan serta menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Akibat kasus yang dinilai menggantung sudah 1 tahun 5 bulan, kata Yusuf menimbulkan ketidakpastian hukum dan keadilan, serta kerugian perusahaan sedikitnya 10 ribu dolar AS per hari.
"Itu belum adanya kerugian peluang usaha, ketidakpercayaan mitra usaha, citra serta nama baik yang bisa mencapai USD 15 juta," ucapnya.
Atas itu, LIRA kini tengah menyusun gugatan perdata yakni perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap Gakkum KLHK dan pihak lainnya.