Nusantaratv.com - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengatakan bahwa NU ibarat air yang mengalir. Sejarah berdirinya NU merupakan suatu rentang panjang yang menampilkan peristiwa atau momentum yang mendorong perubahan-perubahan.
“Air yang mengalir itu melewati banyak hal, seperti tebing batu dan lain sebagainya, sehingga arah air itu selalu berkelok dan bermuara ke laut,” kata Gus Yahya dalam bedah buku berjudul Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama di sela-sela kegiatan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama di Gedung Serbaguna Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Selasa (19/9/2023). Buku Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama ditulis oleh Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf. Buku yang diterbitkan pada 2020 ini berisi gagasan serta cita-cita NU.
Bedah buku yang dipandu Jurnalis NU Online Ahmad Naufa ini menghadirkan dua narasumber, yakni Ketua PBNU KH Ulil Abshar Abdalla dan Direktur Utama NU Online sekaligus Sekretaris Lembaga Ta’lif wan Nasyr (LTN) PBNU H Hamzah Sahal.
Dengan menggunakan perumpamaan tersebut, Gus Yahya menjelaskan bahwa NU sepanjang sejarahnya mengalami momentum yang sering membuatnya berkelok-kelok, tetapi akan selalu melihat arah.
“Dari pengamatan itu saya menangkap beberapa hal terhadap NU, saya melihat bahwa pertama ada hal-hal yang fundamental harus dihidupkan kembali, harus dikembalikan fungsi-fungsinya,” kata Gus Yahya.
“Kalau kita ibaratkan seperti sungai, sungai semakin hilir semakin kotor, kita perlu menjernihkan air untuk kembali jernih. Menjernihkan pemahaman tentang visi dan cita-cita pendiri NU,” terangnya.
Lebih lanjut Gus Yahya menjelaskan bahwa karakter NU sebagai gerakan dari para ulama dan pemangku ilmu-ilmu agama. Memiliki karakter ulama yang bukan hanya khidmat kepada NU tetapi melakukan pengasuhan dan praktek keagamaan.
“Sehingga di Jawa muncul kiai-kiai, Ki Gede-Ki Gede yang independen, bisa mengelola wilayahnya sendiri. Para pendakwah ini menjadikan komunitasnya dibangun sebagai komunitas muslim. Maka dia dituntut sehari-hari melakukan fungsi government, memberikan keputusan sekaligus menjalankan,” tuturnya.
Di samping itu, kata Gus Yahya, NU juga memiliki karakter intelektual yang independen berkhidmat langsung dengan masyarakat, tanggung jawab total terhadap rakyat. Karakter NU berikutnya adalah mentalitas ikhlas.
“Ada mentalitas yaitu ikhlas. Ikhlas di kelompok kita bukan hanya sekadar wacana, bukan sekadar pergulatan pribadi-pribadi. Tetapi, diwujudkan sebagai konstruksi peradaban. Ikhlas itu susah, karena melayani semata-mata hanya demi Allah, ikhlas kepada guru akan sampai kepada Allah. Saya yakin, ikhlas jadi peradaban. Ini umum di madrasah NU,” ungkapnya.
Cucu ulama kharismatik KH Bisri Musthofa Rembang ini berharap mentalitas ikhlas, taat kepada guru, taat kepada masyaikh harus dikembangkan. Sebab, hal tersebut merupakan hal yang krusial.
Maka penting untuk melakukan tazkiyah, jangan sampai masuk NU hanya untuk mengambil untung,” pesannya.
NU Berkembang Luar Biasa
Pada kesempatan tersebut Gus Yahya berharap, semua warga NU bisa mencapai Mardhatillah atau mendapat ridha dari Allah SWT melalui washilah. Jika selalu ikhas untuk taat pada para masyayikh, dia pun yakin warga Nahdliyin akan mencapai Mardhatillah.
“Kalau kita ikhlas untuk taat pada guru-guru, pada para masyayikh melalui NU ini, ya kita yakin ini jadi Mardhatillah. Mentalitas ini harus dikembalikan,” ujarnya.
Baca Juga: Agenda Transformasi Digital dan Teknologi jadi Ikon Munas Alim Ulama dan Konbes Nahdlatul Ulama 2023
Menurut dia, hal tersebut sangat krusial. Karena, NU sekarang sudah berkembang dengan luar biasa. Dia pun mengungkapkan bahwa hanya dengan mengaku NU saja, sekarang ini orang sudah bisa menjadi anggota DPR dan bahkan menjadi calon wakil presiden.
“Ini yang paling menurut saya krusial. Kenapa? Karena NU sudah berkembang begitu besar sehingga jadi sumber leverage yang luar biasa. Yang saya bilang, sekarang ini orang yang mengaku NU saja bisa jadi anggota DPR, bisa jadi bupati, bisa jadi calon paling enggak wakil presiden hanya dengan ngaku NU gitu,” ucap Gus Yahya.
Gus Yahya mengatakan, hal tersebut merupakan unjuk balik luar biasa NU. Karena itu, dia pun mengingatkan agar tidak membiarkan orang mengambil keuntungan dari NU.
“Jangan sampai orang ber-NU ambil untung dari leverage-leverage ini. Jadi harus dikembalikan. Ini soal bagaimana membangun, memelihara dan mengembangkan peradaban ikhlas yang sudah diwariskan kepada kita,” kata Gus Yahya.