Nusantaratv.com - Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Lalu Gita Ariadi menyatakan bahwa informasi tentang isu penyusunan RUU Pemekaran Daerah di Provinsi NTB adalah informasi hoax.
"Hari-hari terakhir ini beredar berita di media sosial tentang rencana DPR RI membahas dan akan mengesahkan 5 RUU Pemekaran Daerah. Termasuk Provinsi NTB, akan menjadi 2 dengan terbentuknya Propinsi Pulau Sumbawa. Rasanya berita tersebut prematur dan menjurus hoax," kata Sekda, Sabtu (25/6/2022) di Mataram.
Ariadi mengakui, beberapa waktu yang lalu, anggota DPR RI Komisi II melakukan kunjungan kerja (kunker) ke beberapa daerah termasuk NTB.
Menurut Ariadi, kunker Komisi II DPR RI tersebut bertujuan untuk sosialisasi hak inisiatif dewan untuk bentuk 13 RUU termasuk menyerap aspirasi tentang pembuatan RUU Provinsi NTB.
"Substansinya bukan pemekaran tapi penyesuaian dasar pembentukan Provinsi NTB dan penyesuaian kondisi aktual yang dipandang perlu. Apalagi selama ini, NTB bersama Bali dan NTT dibentuk dengan Undang-undang 64/1958," kata Ariadi.
Ariadi mengatakan, pada tanggal 5 Juli 1959, keluar Dekrit Presiden untuk kembali ke Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sedangkan UU 64/1958, yang lahir sebelum Dekrit Presiden mengacu pada Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) saat Republik Indonesia Serikat (RIS).
"Hal tersebut dinilai bernuansa federalistik yang tidak sesuai dengan UUD 1945. Karenanya dipandang perlu untuk disesuaikan," tambahnya.
Selain kawasan Sunda Kecil, kawasan Sulawesi dan Kalimantan juga dibentuk dalam suasana kebatinan yang sama, sehingga DPR RI menginisiasi 13 RUU dasar pembentukan masing-masing provinsi dan disesuaikan dengan kondisi terkini.
"Jadi bukan RUU Pemekaran. Karena Pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) masih Moratorium," tegasnya.
Untuk itu lanjut Ariadi, kalaupun provinsi di Papua dimekarkan dari kini, maka 2 propinsi menjadi 5, bukan berarti Moratorium DOB di cabut. Pemekaran Papua ini antara lain adalah amanat UU No 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
"Ini harus diluruskan, agar tidak menimbulkan disinformasi ditengah masyarakat," tutupnya.