Nusantaratv.com - Perwakilan Perhimpunan Alumni (Peruni) Universitas 17 Agustus 1945 (UTA ’45 Jakarta), Ahmad Robertus Rusmiarso, dan Bambang Prabowo, menegaskan akan meminta bantuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) maupun tim hukum Gerindra dan NasDem terkait somasi yang telah disampaikan ke Dirjen AHU Kemenkumham dan salah seorang pimpinan MPR RI. Ini disampaikan Robert dan Bambang pasca menyampaikan somasi kedua ke Dirjen AHU Kemenkumham.
Bambang Prabowo menjelaskan, bahwa somasi pertama yang tidak ditanggapi oleh Dirjen AHU Kemenkumham, menjadi dasar disampaikannya somasi kedua.
"Jadi kami mengharapkan bahwa somasi kami ini diperhatikan, bahwa perbuatan kesewenang-wenangan dari salah satu pimpinan MPR yang katanya membantu alumni UTA ’45 Jakarta ada masalah hukum, dan tidak dijelaskan masalah hukum yang mana," papar Bambang, Kamis (14/12/2023).
"Kita meminta masalah hukum yang mana karena memang blokir yang dilakukan oleh Dirjen AHU adalah bentuk kesewenang-wenangan oleh seorang aparatur negara apalagi pimpinan MPR RI yang mengatasnamakan alumni UTA ’45 Jakarta," imbuhnya.
"Kita mau minta kejelasan apa sebabnya diblokir, memang karena ada masalah hukum jelaskan masalah hukumnya dimana?," lanjut dia.
Dikatakan Bambang, alumni UTA ’45 Jakarta tidak melihat adanya masalah hukum lagi saat ini di perguruan tinggi tersebut. Tidak ada dualisme yang itu mengganggu seluruh kegiatan mahasiswa maupun alumni. Secara keseluruhan civitas akademi, kata dia, alumni turut merasa terganggu oleh perbuatan yang dilakukan oleh pimpinan MPR, apalagi dikatakan bahwa nama UTA ’45 Jakarta dan Untag dipermasalahkan.
"Legal standing-nya apa? Mereka mempunyai legal standing-nya apa? Mereka berbuat itu, kita sebagai alumni juga bisa berbuat. Semaunya. Apa itu yang kita inginkan? Tidak. Minta kejelasan saja soal. Kita ingin tahu jawaban Kemenkumham seperti apa dengan adanya blokir," jelas dia.
"Apabila tetap tidak ditanggapi kami akan membuat surat keberatan pertama dan banding ke Presiden, juga bantuan tim hukum Gerindra dan NasDem, dengan PTUN ya kita jalankan karena ini bentuk kesewenang-wenangannya aparatur negara terhadap rakyatnya, terhadap organisasi dan itu melanggar UUD 45. Alumni beri waktu 2 minggu sampai 1 bulan lalu kita buat keberatan dan banding baru kita ke PTUN," jelas Bambang.
Sementara, Ahmad Robertus Rusmiarso, mengingatkan oknum pimpinan MPR untuk tidak bersikap sewenang-wenang karena sedang berkuasa.
"Ini hanya penyalahgunaan wewenang orang yang sekarang menjadi Wakil Ketua MPR RI sehingga dia bisa mengatur instansi khususnya Kemenkumham melalui Dirjen AHU untuk melakukan manuver," tegas Robert.
Peruni sendiri ingin menindaklanjuti laporan yang pihaknya masukkan ke Ombudsman RI beberapa waktu lalu, mengenai dugaan penyalahgunaan wewenang oknum itu, yang diduga mengintervensi, memerintahkan blokir legalitas Yayasan 17 Agustus 1945 Jakarta, kepada Dirjen AHU Kemenkumham.
"Jadi ini ada dugaan konspirasi jahat dengan mafia tanah untuk melakukan pemblokiran legalitas Yayasan, dimana ujung-ujungnya ingin menjual lahan kampus yang sedang kita perjuangkan, yang sekarang dijual kepada salah safu konglomerat pemilik bank, dengan menggunakan akta-akta yayasan yang dipalsukan, dimana akta-akta palsu itu sendiri sudah dibatalkan oleh pengadilan dan putusannya sudah inkrah," ungkap Robert.
Robert berharap pemblokiran dicabut. Jika tidak, Peruni akan meminta bantuan tim hukum dari Gerindra dan NasDem untuk menuntut ganti rugi secara materi maupun immateri kerugian yang dialami Yayasan. Karena dengan adanya pemblokiran tersebut, kata dia, banyak tindakan hukum yang harus dilakukan kampus semuanya jadi terhambat.
"Dan ini sangat merugikan kepentingan perguruan tinggi dan utamanya para mahasiswa," ucap Robert.
Pemblokiran Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH), kata dia juga dinilai melanggar kemerdekaan berserikat dan berkumpul yang dijamin konstitusi, UUD 1945. Lalu, melanggar pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum yang dijamin konstitusi. Juga mencederai asas umum pemerintahan yang baik.
Adapun akibat pemblokiran ini, kata dia, Yayasan mengalami kerugian materiil dan imateriil hingga Rp1 triliun.