Romo Magnis Ibaratkan Jokowi Pencuri saat Bagi Bansos demi Menangkan Capres

Nusantaratv.com - 02 April 2024

Romo Magnis saat menyampaikan kesaksiannya. (YouTube)
Romo Magnis saat menyampaikan kesaksiannya. (YouTube)

Penulis: Mochammad Rizki

Nusantaratv.com - Sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi kembali digelar. Kali ini giliran kubu Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang menghadirkan para saksinya. 

Saksi Ganjar salah satunya Franz Magnis-Suseno atau Romo Magnis, yang menyoroti pembagian bantuan sosial (bansos) yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang disebutnya guna memenangkan pasangan capres-cawapres dalam Pemilu 2024. Romo Magnis pun mengibaratkan hal yang dilakukan Jokowi mirip dengan pegawai yang mencuri uang di toko.

Awalnya, Romo Magnis yang merupakan Profesor Filsafat STF Driyakara, mengatakan bansos bukan milik pemerintah.

"Pembagian bantuan sosial. Bansos bukan milik Presiden melainkan milik bangsa Indonesia yang pembagiannya menjadi tanggung jawab Kementerian yang bersangkutan dan ada aturan pembagiannya," ujar Romo Magnis.

Menurut dia, Presiden yang menggunakan kekuasaannya dalam membagikan bansos untuk memenangkan capres-cawapres, maka hal itu sama dengan pegawai yang mencuri uang di toko. Romo Magnis sendiri tak menyebut nama dalam menyampaikan penjelasannya di persidangan.

"Kalau presiden berdasarkan kekuasaannya begitu saja mengambil bansos untuk dibagi-bagi dalam rangka kampanye paslon yang mau dimenangkannya, maka itu mirip dengan seorang karyawan yang diam-diam mengambil uang tunai dari kas toko. Jadi itu pencurian ya pelanggaran etika," papar dia.

Romo Magnis menilai jika hal itu terjadi, maka presiden itu telah kehilangan etika. Padahal, kata dia, seharusnya seorang presiden dapat melayani semua masyarakat.

"Itu juga tanda bahwa dia sudah kehilangan wawasan etika dasarnya tentang jabatan sebagai Presiden, yaitu bahwa kekuasaan yang ia miliki bukan untuk melayani diri sendiri melainkan melayani seluruh masyarakat," papar dia.

Romo Magnis turut menyoroti adanya keberpihakan presiden dalam Pemilu. Di mana, kata dia, seharusnya presiden tidak menggunakan kekuasaannya untuk mengarahkan aparat negara agar mendukung salah satu pasangan calon.

"Dia secara berat melanggar tuntutan etika bahwa dia tanpa membedakan-bedakan adalah presiden semua warga negara termasuk semua politisi," tandasnya.

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close