Revisi UU Pilkada Ciderai Penguatan Demokrasi Lokal dan Efektivitas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Nusantaratv.com - 21 Agustus 2024

Rapat Badan Legislasi DPR terkait pembahasan RUU Pilkada di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). (Foto: ANTARA/Melalusa Susthira K.)
Rapat Badan Legislasi DPR terkait pembahasan RUU Pilkada di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). (Foto: ANTARA/Melalusa Susthira K.)

Penulis: Adiantoro

Nusantaratv.com - KPPOD menilai hasil pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU)
tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang (RUU Pilkada) yang dilaksanakan pada 21 Agustus 2024 siang ini telah mencederai kepastian hukum, akuntabilitas pemilihan kepala daerah dan berpotensi mengganggu efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah ke depan. 

Revisi UU Pilkada ini pun terlihat sebagai upaya menganulir Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024. Hasil revisi UU Pilkada ini menimbulkan ketidapastian hukum karena bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 tanggal 20 Agustus 2024.

Putusan yang bersifat final dan mengikat ini menegaskan prinsip keadilan dan kesetaraan dalam kompetisi pemilihan kepala daerah. Selain itu, keputusan ini membuka peluang bagi calon kepala daerah alternatif untuk bersaing secara efektif dalam melawan koalisi yang dominan. 

Di samping itu, Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 tanggal 20 Agustus 2024 juga menegaskan syarat usia pencalonan kepala daerah harus dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh KPU, bukan sejak pelantikan calon terpilih. 

Putusan ini mencerminkan semangat penguatan demokrasi lokal di tengah upaya pelanggengan politik dinasti saat ini. Lebih dari itu, hasil revisi UU Pilkada kontraproduktif dengan upaya menjadikan Pilkada sebagai sistem yang melahirkan kepala-kepala daerah yang berkapasitas dan berintegritas.

Kapasitas dan integritas kepala daerah merupakan variabel yang sangat menentukan tata kelola pemerintahan daerah yang baik. Artinya, selain mengganggu sistem pemilihan kepala daerah yang berlandaskan Luber dan Judil (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil), revisi UU Pilkada yang serampangan ini berpotensi merusak integritas dan efektivitas pemerintahan daerah, serta mengancam upaya mencapai ultimate goal otonomi daerah: kesejahteraan masyarakat.

Karena itu, KPPOD (Komite Pemantauan Pelaksana Otonomi Daerah/Regional Autonomy Watch) menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Mendukung penuh pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUUXXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada 20
Agustus 2024, dan menolak revisi UU Pilkada yang dapat merusak integritas dan keadilan dalam proses pemilihan kepala daerah di Indonesia.

2. Meminta Pemerintah dan DPR mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024.

3. Meminta KPU untuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang dibacakan MK pada 20 Agustus 2024.

4. Meminta Pemerintah dan DPR untuk merancang Undang-Undang dengan pertimbangan hukum yang tepat, tidak ugal-ugalan dan sesuai dengan prosedur hukum, serta melibatkan masyarakat melalui partisipasi yang bermakna (meaningful participation).

 

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close