Nusantaratv.com - Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan tidak ada sanksi baru yang mungkin bisa menghalangi Rusia melakukan apa yang diinginkannya.
Menurutnya, Moskow telah berpengalaman menangani sanksi selama bertahun-tahun. Berbicara pada konferensi pers bersama dengan timpalannya dari Belarusia Alexander Lukashenko, pada Jumat (18/2/2022), pemimpin Rusia itu mengklaim Moskow tidak mungkin menghindari sanksi Barat, karena sanksi itu tidak ditujukan untuk mengubah perilaku Kremlin.
Putin berpandangan negara-negara Barat sebenarnya memiliki rencana untuk menghambat perkembangan ekonomi Rusia. "Sanksi akan dikenakan dalam hal apa pun. Apakah mereka memiliki alasan hari ini, terkait peristiwa di Ukraina misalnya, atau tidak ada alasan, dan alasan itu dicari-cari," kata Putin, seperti dilaporkan Russian Today (RT), Minggu (20/2/2022).
"Tujuannya berbeda. Dalam hal ini, tujuannya adalah memperlambat perkembangan Rusia dan Belarusia," lanjutnya.
Putin juga menyatakan Moskow percaya sanksi tersebut tidak sah. Dia justru menyebutnya sebagai alat persaingan tidak sehat Amerika Serikat (AS) dan sekutunya. "Ini adalah pelanggaran berat terhadap hukum internasional," tegasnya.
Dia juga menuduh AS melakukan pendekatan selektif terhadap norma-norma internasional. "Mereka hanya peduli jika itu menguntungkan mereka. Mereka selalu menafsirkan segala sesuatu hanya untuk kepentingan mereka sendiri dan mengabaikan kepentingan (negara) lain," terang Putin.
Dia menyatakan satu-satunya cara bagi Moskow dan Minsk untuk mengurangi dampak sanksi adalah dengan mengembangkan kerja sama ekonomi dan substitusi impor. AS dan sekutu Eropanya memberlakukan sanksi terhadap Rusia pada 2014 menyusul peristiwa yang terjadi di Ukraina, ketika aksi protes yang diwarnai kekerasan untuk menggulingkan pemerintah yang terpilih secara demokratis di Kiev.
Secara khusus, langkah-langkah ekonomi diberikan kepada Moskow setelah Krimea yang merupakan wilayah semenanjung itu dicaplok Rusia dari Ukraina pada 2014 setelah referendum. Pemungutan suara berlangsung sebulan setelah peristiwa Maidan. Ukraina, serta sebagian besar dunia, menganggap referendum itu tidak sah dan memandang semenanjung itu sebagai pendudukan secara ilegal.