Nusantaratv.com - Universitas Indonesia (UI) baru-baru ini mengukuhkan Prof. Dr. Luthfiralda Sjahfirdi, M.Biomed, sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dalam bidang Biologi, dengan keahlian khusus di bidang Konservasi Hewan.
Upacara ini berlangsung di Balai Sidang UI, Kampus Depok, dipimpin oleh Rektor UI, Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D.
Prof. Luthfiralda, yang juga merupakan istri Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Upaya Konservasi Dalam Menjaga Keberlanjutan Biodiversitas Pada Tingkat Spesies, Terutama Spesies Terancam Punah dan Spesies Endemik: Studi Kasus Pada Lembaga Konservasi ex situ.”
Dalam orasinya, Prof. Luthfiralda membahas tentang ancaman serius terhadap keberlanjutan biodiversitas, sebuah isu global yang mempengaruhi banyak spesies, terutama spesies endemik. Ancaman ini mencakup perburuan liar, perdagangan satwa, serta perubahan fungsi habitat yang mempercepat penurunan populasi spesies.
Kehilangan keanekaragaman hayati memiliki dampak luas, termasuk pada ekosistem dan kesejahteraan manusia.
Prof. Luthfiralda menyoroti pentingnya pendekatan konservasi ex situ (konservasi di luar habitat asli) dan in situ (konservasi di habitat asli) sebagai langkah strategis untuk menjaga kelestarian spesies.
Ia menjelaskan bahwa pendekatan perilaku reproduksi melalui konservasi ex situ sangat penting dalam mendukung keberlanjutan spesies yang terancam punah. Melalui pendekatan ini, proses konservasi menjadi lebih efektif dan terukur, terutama bagi spesies yang sulit dilindungi di alam bebas.
Dalam penelitiannya, Prof. Luthfiralda mengidentifikasi tiga pilar utama dalam pendekatan konservasi ex situ, yaitu peran lembaga konservasi, kesiapan individu untuk dilepasliarkan, dan konservasi sepanjang hayat di kebun binatang.
Pertama, lembaga konservasi ex situ berperan vital dalam upaya pemulihan populasi spesies langka. Namun, Prof. Luthfiralda menyadari tantangan yang dihadapi lembaga-lembaga ini, terutama dalam menjaga kemampuan adaptasi spesies di habitat aslinya.
Meski demikian, konservasi ex situ tetap menjadi opsi yang efektif dan memungkinkan pengembangan keahlian serta pendekatan manusia dalam mengelola spesies terancam.
Pelepasliaran spesies ke habitat asli harus dilakukan dengan selektif dan terencana, di mana kondisi kesehatan serta kemampuan beradaptasi spesies menjadi kriteria utama.
Dalam orasinya, Prof. Luthfiralda mengangkat contoh menarik dari Sintang Orangutan Center (SOC) di Kalimantan Barat. Penelitian menunjukkan bahwa tidak semua orangutan dapat beradaptasi dengan baik di alam liar, bahkan setelah menjalani pendidikan di sekolah hutan. Beberapa orangutan cenderung tidak membangun sarang sendiri, melainkan memilih sarang yang telah ada.
Kebun binatang menawarkan solusi konservasi bagi spesies yang sulit dilepasliarkan kembali. Di sini, kebun binatang memainkan peran penting dalam memastikan spesies tertentu tetap terlindungi sepanjang hayatnya, terutama jika pelepasliaran dapat menimbulkan risiko terhadap populasi mereka. Dengan memperhatikan masa estrus atau periode reproduksi hewan, kebun binatang dapat membantu menjaga keseimbangan populasi spesies tertentu secara berkelanjutan.
Dalam penelitiannya, Prof. Luthfiralda juga membahas metode pelepasliaran "Halfway House," yang dirancang untuk mempersiapkan hewan menghadapi kehidupan di alam liar. Melalui metode ini, hewan dilatih untuk memenuhi kebutuhan alaminya, sehingga peluang keberhasilan pelepasliaran meningkat.
Pengukuhan Prof. Luthfiralda sebagai Guru Besar di bidang Konservasi Hewan menandai langkah besar dalam perjalanan akademiknya. Ia telah berkomitmen untuk memperkaya penelitian terkait konservasi biodiversitas.
Hal ini baik di tingkat nasional maupun internasional, serta memperdalam pemahaman dalam pengelolaan spesies yang terancam punah. Melalui penelitian dan metode inovatif dalam konservasi hewan, Prof. Luthfiralda terus berusaha untuk melestarikan biodiversitas demi generasi mendatang.