Polisi Total dan Loyal Itu Bernama Sambodo

Nusantaratv.com - 09 September 2021

Kombes Sambodo Purnomo Yogo. (PMJNews)
Kombes Sambodo Purnomo Yogo. (PMJNews)

Penulis: Mochammad Rizki

Nusantaratv.com - Kamis, 8 Oktober 2020. Istana Kepresidenan, Jakarta dikepung aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Bentrokan pun terjadi antara aparat keamanan yang menjaga ring luar Istana, dengan pendemo yang mayoritas mahasiswa, pelajar SMA dan para remaja itu. 

Bentrokan berlangsung di berbagai titik, di antaranya di sekitar Patung Arjuna Wijaya atau patung kuda, perempatan Harmoni dan kawasan Stasiun Gambir. Pos polisi di kawasan Monas dibakar massa. Aparat keamanan dilempari batu, bom molotov dan berbagai benda keras lainnya. Polisi membalas dengan menembakkan peluru gas air mata. 

Salah seorang polisi lalu-lintas (polantas) turut merasakan berjam-jam berjibaku menghadapi 'perlawanan' dan energi para kaum muda tersebut. Perwira menengah itu bahkan ikut merasakan pedihnya gas mata yang dilontarkan koleganya di Kepolisian. 

Tak berhenti, ia bahkan turut berlarian memegang kayu, saat mengejar massa perusuh yang bersikeras tak ingin membubarkan diri meski hari telah larut. Bersama para Brimob, Sabhara, dan reserse Polda Metro Jaya yang rata-rata berusia muda, polantas 47 tahun tersebut ikut lari-lari mengusir para perusuh. Dari senyum dan raut wajah yang sebagian berlumur pasta gigi, ia nampak menikmati aksinya. 

Dalam kesempatan itu, ia juga sesekali melontarkan candaan kepada perusuh yang tertangkap, dan berpesan kepada polisi yang mengamankan agar mereka tak disakiti. 

"Sudah jangan diapa-apakan," pintanya. 

Adapun polantas yang tergopoh-gopoh kelelahan usai aksi kejar-kejaran dengan para milenial dan generasi Z itu, bernama Sambodo Purnomo Yogo. Ia merupakan Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya yang berpangkat komisaris besar (kombes). 

Kala itu, ia bersama Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Roma Hutajulu menghalau massa perusuh. Sebelum di Patung Arjuna Wijaya, dirinya juga sempat merasakan 'ganasnya' aksi massa pendemo di sekitar simpang Harmoni. 

Tak lazimnya bos polantas atau polantas lainnya, Sambodo kerap berperan ekstra dalam aksi unjuk rasa besar di Ibu Kota. Bukan hanya sekadar mengatur lalu-lintas, atau cuma mengalihkan arus kendaraan. 

Beberapa kali ia ambil bagian dalam momentum penting yang tercatat di republik ini. 

Terbaru, wajah Sambodo bahkan ditunjuk-tunjuk oleh salah seorang massa pendukung Rizieq Shihab saat sidang banding perkara tes swab palsu di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Peristiwa terjadi kala ia meminta massa menyudahi aksi berkerumunnya, karena dianggap membahayakan kesehatan dan keselamatan mereka sendiri. 

Tak hanya itu, ayah dua anak perempuan itu sempat diceramahi. Respons Sambodo hanya bisa bersabar dan memberikan imbauan semampunya. 

"Intinya Pak, pertama, MRS (Muhammad Rizieq Shihab), tidak datang ke pengadilan. Kedua, ini lagi masa pandemi. Saya kasih tahu baik-baik. Kalau kamu tetap nekat silakan. Kalau bapak nanti ngotot, yang menghadapi nanti anggota, nanti lain lagi ceritanya," ujar Sambodo ketika itu. 

Bukan hanya 'eksekutor' yang baik dan pemimpin yang mau terjun ke lapangan, Sambodo juga seorang pemikir. Ini terlihat dari wawasan dan kosa kata yang ia gunakan, terutama saat konferensi pers atau wawancara dengan wartawan. 

Tak heran, sebab selain digembleng di Akademi Kepolisian hingga lulus pada tahun 1994, Sambodo juga memiliki gelar dari perguruan tinggi luar negeri yakni Master Transna­tional Crime Preven­tion (MTCP). 

Istilah-istilah yang tidak sederhana hasil dienyamnya pendidikan dengan baik, serta pengetahuan yang luas, tak jarang membingungkan para pewarta. 

"Sambodo bahasanya aneh-aneh aja," seloroh salah seorang jurnalis usai mendengarkan rekaman hasil wawancara dengan Kombes Sambodo. 

Kemampuan pria kelahiran Binjai, Sumatera Utara ini bahkan diakui oleh insan intelektual yaitu mahasiswa. Dalam sebuah kesempatan, Sambodo pernah diundang menjadi narasumber di sebuah acara di Masjid Istiqlal, yang turut dihadiri mahasiswa. 

Pemaparan yang berbobot dan penguasaan berbagai materi dari Sambodo saat itu, dipandang melebihi ekspektasi para hadirin, termasuk mahasiswa. 

"Akar dari terorisme adalah radikalisme, akar dari radikalisme adalah intoleransi. Jadi setiap pelaku teror pasti dia radikal, walaupun setiap radikal belum tentu dia pelaku teror. Tapi awalnya itu dari sikap intoleransi," jelas Sambodo yang ketika itu menjabat Direktur Binmas Polda Metro Jaya. 

Cerdas Tapi Tak Sombong

Orang cerdas cenderung sombong dan arogan. Stigma ini yang kerap melekat dari orang-orang yang memiliki tingkat kepintaran di atas rata-rata. 

Namun hal ini tak berlaku bagi Sambodo. Itu salah satunya dibuktikan dengan berkenannya dia menjadi narasumber di vlog salah seorang wartawan semi YouTuber. Padahal selain kanal YouTube tersebut belum populer, subscriber dan penontonnya masih minimalis. Di kesempatan itu, Sambodo menjawab berbagai pertanyaan dari mulai yang serius, hingga ringan yang sifatnya candaan. 

Bukan cuma sekali, Sambodo bahkan beberapa kali bersedia menjadi narasumber di kanal YouTube tersebut.
 
Walau demikian, harus diakui, tak ada manusia yang sempurna. Termasuk Kombes Sambodo Purnomo Yogo sendiri. Selain segudang kebaikan dan hal positif, saya yakin beliau juga memiliki hal buruk, kegagalan seperti sewajarnya manusia.

Namun bagi saya, sisi positif Sambodo lebih menonjol dan banyak terekam di memori ingatan saya. Sehingga, tak ragu buat saya menyimpulkan bahwa Sambodo merupakan cerminan polisi profesional yang total dan loyal.

Total terhadap pekerjaan, bahkan yang bukan menjadi tupoksi utamanya. Loyal terhadap pimpinan, institusi, bangsa dan negara. 

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close