Nusantaratv.com-Kurang lebih dua pekan sejak pemberlakuan kebijakan larangan ekspor CPO dan bahan baku minyak goreng yang diterapkan Presiden Joko Widodo, para petani kelapa sawit mulai merasakan dampaknya.
Hal itu diungkapkan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS).
Para petani kelapa sawit mengeluhkan harga pupuk, pestisida dan herbisida setiap hari naik drastis.
"Sampai saat ini belum ada penjelesan dari pemerintah mengenai naiknya harga pupuk, yang terjadi hampir setiap minggu bahkan setiap hari. Sebagai contoh di Riau, kenaikan harga pupuk ditingkat petani kelapa sawit bisa mencapai 150 persen," ujar Sekretaris Jendral SPKS, Mansuetus Darto, Jumat (13/5/2022).
Atas dasar itu, sambung Mansuetus Darto, para petani sawit meminta agar pemerintah segera mengawasi dan memberikan kebijakan yang tepat untuk melindungi petani sawit dari harga input produksi yang semakin tinggi.
Tak hanya itu, Darto juga menyebut, pasca kebijakan larangan ekspor CPO ditetapkan, harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani mengalami penurunan.
Baca juga: Imbas Larangan Ekspor CPO Jokowi, Pengusaha Khawatir TBS Sawit Rusak
Sebagai contoh, dia memaparkan, penetapan harga TBS kelapa sawit di Provinsi Riau untuk periode 11-18 Mei 2022, telah terjadi penurunan harga sebesar Rp972,29 per kg menjadi Rp2.947,58 per kg untuk sawit umur 10-20 tahun
Padahal, sebelumnya pada periode 27 April-10 Mei 2022, harga TBS kelapa sawit umur 10-20 tahun di Riau ditetapkan Rp3.919,87 per kg.
"Penurunan harga TBS kelapa sawit di tingkat petani menjadi tanda tanya besar, dasar atau rumus apa yang digunakan untuk menetapkan harga TBS kelapa sawit saat ini. Apakah harga CPO dan kernel turun secara drastis?" ucapnya.
Sebab jika dibandingkan dengan Malaysia, harga TBS di sana tidak turun, masih di harga sekitar Rp5.000 per kg.
Untuk itu, para petani kelapa sawit meminta pemerintah segera mengawasi dan mengambil tindakan hukum yang tegas kepada pabrik kelapa sawit/perusahaan dari tingkat trader, grower hingga produsen yang ikut andil dalam menentukan harga TBS kelapa sawit secara sepihak.
"Sebab, praktik penyimpangan ini bisa merugikan petani sawit," pungkasnya.