Nusantaratv.com - Pertempuran antara faksi-faksi yang bertikai di Sudan kembali pecah pada Senin, (17/4/2023). Konflik bersenjata yang dipicu kekacauan politik telah membuat rakyat di negara tersebut sengsara. Ratusan orang dilaporkan tewas kemudian aliran air dan listrik di Ibu Kota Khartoum yang merupakan kebutuhan vital terputus akibat pertempuran.
Pecahnya pertempuran selama akhir pekan menyusul meningkatnya ketegangan atas integrasi RSF ke dalam militer. Perselisihan tentang jadwal proses itu menunda kesepakatan kerangka kerja untuk transisi sipil yang akan ditandatangani awal bulan ini.
Diperkirakan situasi di Sudan akan semakin memburuk, pasalnya menurut utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Sudan Volker Perthes, kedua belah pihak tidak menunjukkan tanda-tanda bersedia untuk bernegosiasi.
185 orang tewas dan lebih dari 1.800 orang terluka akibat pertempuran antara tentara Sudan dan paramiliter Pasukan Pendukung Cepat (RSF). Pertempuran juga telah menggagalkan peralihan ke pemerintahan sipil dan menimbulkan kekhawatiran akan konflik yang lebih luas.
Setiap saat warga Sudan yang tinggal di ibu kota dicekam ketakutan oleh gemuruh serangan udara, tembakan artileri. Pertempuran juga mengakibatkan rumah sakit tutup.
"Kedua pihak yang bertikai tidak memberikan kesan bahwa mereka menginginkan mediasi untuk perdamaian di antara mereka segera," kata Perthes.
Perthes mengungkapkan kedua belah pihak telah menyetujui gencatan senjata kemanusiaan selama tiga jam. Namun pada hari kedua pertempuran kembali pecah.
Pertempuran di Khartoum dan kota kembar Omdurman dan Bahri sejak Sabtu adalah yang terburuk dalam beberapa dasawarsa dan berisiko memisahkan Sudan menjadi dua faksi militer yang telah berbagi kekuasaan selama transisi politik yang sulit.
Panglima Angkatan Darat Jenderal Abdel Fattah al-Burhan mengepalai dewan penguasa yang dibentuk setelah kudeta pada 2021 dan penggulingan pemimpin veteran Omar Bashir pada 2019 selama protes massal. Pemimpin RSF Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, yang dikenal sebagai Hemedti, adalah wakilnya.
Mesir dan Uni Emirat Arab sedang menyiapkan proposal gencatan senjata untuk Sudan. Kairo adalah pendukung terpenting angkatan bersenjata Sudan, sementara Hemedti menjalin hubungan dengan kekuatan asing termasuk Uni Emirat Arab dan Rusia.
Di bawah rencana transisi yang didukung secara internasional, RSF akan segera bergabung dengan tentara. RSF dicap sebagai kelompok pemberontak dan diperintahkan untuk dibubarkan.
Kekacauan di Sudan dapat memberi peluang bagi Rusia dan Amerika Serikat memainkan pengaruhnya di negara tersebut.