Nusantaratv.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa influencer otomotif Fitra Eri sebagai saksi dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) pada periode 2018-2023.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan Fitra Eri diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini.
"FEP (Fitra Eri) selaku Influencer Otomotif," ujar Harli dalam keterangan tertulis, yang dikutip pada Kamis (6/3/2025).
Penyidik Jampidsus telah memanggil delapan orang sebagai saksi, termasuk pejabat Eselon II dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Pemeriksaan dilakukan untuk memperkuat bukti dan melengkapi berkas perkara, terutama yang berkaitan dengan tersangka Yoki Firnandi dan beberapa tersangka lainnya.
Fitra Eri mengonfirmasi dirinya dipanggil sebagai saksi dalam perkara tersebut. "Ya betul. Saya dipanggil sebagai saksi," ujar Fitra Eri kepada awak media.
Menurut Fitra, saat pemeriksaan, jaksa hanya menanyakan seputar pengetahuan teknis terkait Bahan Bakar Minyak (BBM) dan pengaruhnya terhadap kendaraan, tanpa membahas soal korupsi.
"Hanya seputar pengaruh BBM ke kendaraan. Pertanyaan teknis umum. Tidak terkait tindak korupsinya," jelasnya.
Fitra juga mengungkapkan dirinya tidak diberikan penjelasan mengenai alasan dipanggil sebagai saksi dalam kasus ini dan mengaku tidak mengenal para tersangka secara pribadi.
"Tidak. Saya sebagai warga negara yang baik langsung memenuhi panggilan tanpa bertanya kenapa dipanggil. Semua pertanyaan penyidik sesuai dengan keahlian dan profesi saya di bidang otomotif," imbuh Fitra.
Dalam perkara ini, penyidik menemukan adanya modus korupsi yang menyebabkan kerugian negara, salah satunya terkait praktik oplosan Bahan Bakar Minyak (BBM).
Para tersangka diduga mencampur BBM impor jenis RON 88 atau setara premium dan RON 90 atau setara Pertalite dengan RON 92 atau setara Pertamax.
BBM oplosan tersebut kemudian didistribusikan oleh Pertamina Patra Niaga ke sejumlah SPBU sebagai BBM non-subsidi atau Pertamax pada periode 2018-2023, yang diduga merugikan negara hingga mencapai sekitar Rp900 triliun.