Nusantaratv.com -
Pengamat politik, Dr Harits Hijrah Wicaksana, menyebutkan, partisipasi masyarakat menggunakan hak politiknya pada Pemilihan Umum 2024 masih berkutat pada aspek kuantitas dan belum memiliki kualitas.
"Penyelenggaraan Pemilu kita hanya baru kuantitas saja dengan perolehan pencapaian target persentase partisipasi hak politik masyarakat dan belum pada kualitas," kata ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Setia Budhi Rangkasbitung, itu, di Lebak, Provinsi Banten, Jumat.
Pelaksanaan Pemilu 2019 secara kuantitas tentu panitia penyelenggara pemilu dinyatakan berhasil dengan pencapaian target penggunaan hak politik masyarakat.
Di kebanyakan negara berkembang, kata dia, partisipasi hak politik pada pesta demokrasi lima tahunan masih tentang kuantitas dengan kuatnya politik identitas.
Mereka memilih calon pemimpin maupun wakil rakyatnya itu melihat orang yang dikenal karena kesamaan daerah, keturunan, suku, agama, budaya dan bahasa juga ditambah politik uang.
Politik identitas dan politik uang itu, kata dia, masih terjadi sehingga pesta demokrasi di Indonesia belum menunjukkan kedewasaan.
Dalam buku jurnal politik, parameter indikator kedewasaan demokrasi itu bisa terwujud jika sudah melewati pemilu langsung sebanyak tujuh kali.
Sedangkan, pemilu langsung di Indonesia hanya baru empat kali dan dilaksanakan sejak 2004.
Kemungkinan di Indonesia kedewasaan demokrasi dan berpolitik terwujud pada 2034, karena diuntungkan bonus demografi.
"Dimana bonus demografi itu dipastikan mereka para pemilih kaum milinial atau jelelinial sudah tidak laku lagi politik identitas berlatar SARA maupun politik uang. Kita yakin ke depan pemilu di Indonesia lebih dewasa dan berkualitas dengan pemilih-pemilih milenial dan sesudahnya tentu lebih memilih gagasan-gagasan yang ditawarkan para calon figur pemimpin bangsa itu," katanya.
Menurut dia, saat ini pesta demokrasi di Indonesia sedang dalam berproses untuk meningkatkan kualitas.
Apalagi, saat ini literasi politik sudah tidak kaku lagi dengan narasi politik melalui kanal-kanal youtube dan sekarang ini masyarakat mudah menerima informasi dari media.
Kemudahan informasi tersebut tentu sangat kuat kampanye hitam melalui media cukup masif.
Mereka, para elit politik, saat ini juga masih ada yang mengajak masyarakat agar memilih hak suara kepada calon tertentu.
Karena itu, pendidikan politik perlu dibangun oleh para elit politik, partai politik, kader, panitia penyelenggara, media, mahasiswa, organisasi kepemudaan, pelajar, kelompok masyarakat hingga komunitas.
Dalam pendidikan politik itu, mereka bisa membedah atau kajian yang ditawarkan oleh calon figur pemimpin bangsa secara akademisi dan jika terpilih dipastikan dapat merealisasikan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik.
"Kita berharap peserta pemilih hak politik pada Pemilu 2024 bisa berkualitas dan tidak menunggu pemilu yang akan datang," kata dia.(Ant)