Nusantaratv.com - Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mentargetkan "Tree Zero" dalam pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di wilayah ini pada 2030.
Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul Dewi Irawaty di Gunungkidul, Kamis, mengatakan Tree Zero yang dimaksud adalah zero inveksi baru, zero kematian karena HIV/ AIDS dan zero diskriminasi terhadap penderita.
"Saat ini, Gunungkidul pada posisi epidemi HIV dan AIDS. Data terakhir sampai Juni 2022 yaitu HIV sebesar 574, dari jumlah kasus HIV tersebut yang masuk tahap AIDS sebesar 282. Sehingga perlu ada kolaborasi menuju tree zero HIV dan AIDS," kata Dewi.
Ia mengatakan kasus HIV dan AIDS di Kabupaten Gunungkidul kini tidak hanya terjadi pada kelompok risiko tinggi, namun telah merambah pada populasi umum, termasuk ibu rumah tangga (IRT).
Bertambahnya angka kasus ini berdampak pada semakin besarnya upaya yang harus dikerjakan untuk penanganannya.
“Perkembangan kasus ini (HIV/AIDS) bukan berarti tidak ada namun sangat landai,” katanya.
Ia mengatakan secara kumulatif sejak 2006 atau awal kasus ditemukannya HIV/AIDS di Gunungkidul hingga saat ini mencapai 856 kasus.
Dari jumlah tersebut lanjut Dewi, sebanyak 574 kasus merupakan HIV atau virus yang sudah masuk ke tubuh namun belum memiliki gejala. Sementara 282 merupakan AIDS atau yang sudah memiliki gejala.
“Kasus ini tersebar di seluruh kapanewon/kecamatan di Gunungkidul. Menyerang semua umur namun kasus tertinggi menyerang usia produktif antara umur 20-50 tahun,” katanya.
Lebih lanjut, Dewi mengatakan pihaknya melakukan skrining khususnya pada ibu hamil. Hal tersebut dilakukan resiko terbesar terpapar HIV/AIDS tersebut dialami ibu rumah tangga.
“Tes HIV/AIDS pada ibu hamil setiap tahun mencapai 9.000 orang. Tes ini dilakukan agar janin yang ibu kandung tidak ikut terdampak,” kata dia.
Dewi melanjutkan pihaknya juga terus melakukan skrining dan pengawasan di wilayah berisiko seperti hotel, tempat hiburan malam. Selain itu Dinkes Gunungkidul juga berupaya memperluas pelayanan HIV/ AIDS di semua fasilitas kesehatan.
“Obat Antiretroviral (ARV) untuk mengendalikan infeksi HIV/AIDS juga disediakan. Obat ini bisa didapatkan di semua fasilitas kesehatan baik puskemas atau rumah sakit secara gratis,” kata Dewi.
Dewi juga mengatakan penanganan HIV/ AIDS masih menemui sejumlah kendala diantaranya stikmatisasi dan diskriminasi. Hal ini dapat ditekan dengan upaya seluruh lapisan masyarakat.
“Masih ada yang menganggap HIV/AIDS ini jahat, mudah menular, penderita tidak pantas diterima lagi oleh masyarakat itu stikma yang muncul dan akan berujung pada Diskriminasi,” katanya.
Sementara Bupati Gunungkidul Sunaryanta mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk merubah stikma atau pandangan terhadap penderita HIV/ AIDS. Bupati mengajak menjauhi penyakitnya bukan orangnya.
“Mengingatkan masyarakat untuk menghindari risiko penularan HIV/AIDS. Jika terinfeksi dampaknya bisa menuju kematian,” katanya.
Dinkes Gunungkidul juga memberikan penghargaan kepada Puskesmas Rongkop sebagai puskesmas dengan Tim PDP terbaik. Penghargaan juga diberikan kepada Wasiah dari Puskemas Saptosari atas prestasinya sebagai programer HIV terbaik.
Ketiga penghargaan diberikan kepada Triani Aprilia atas peran aktif dalam penamggulangan HIV/ AIDS sebagai pendamping sebaya Kabupten Gunungkidul.(Ant)