Pemerintah akan Sempurnakan Proses Skrining Kesehatan Petugas Pemilu di 2029 Demi Nolkan Korban Jiwa

Nusantaratv.com - 19 Februari 2024

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin/ist
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin/ist

Penulis: Ramses Manurung

Nusantaratv.com-Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan lembaga terkait tengah mengkaji soal penyempurnaan proses skrining kesehatan para petugas Pemilu. 

Pasalnya, meski telah dilakukan upaya preventif tetap saja ada petugas dalam Pemilu 2024 yang meninggal dunia. Bahkan jumlahnya sangat besar mencapai 84 orang. 

84 petugas yang meninggal dunia berasal dari unsur Petugas Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara), Pengawas Pemilu (Bawaslu) hingga petugas Perlindungan Masyarakat (Linmas). 

Jumlah ini memang lebih rendah dari korban meninggal pada Pemilu 2019 yakni sebanyak 894 orabg. Meski demikian, Budi menegaskan bahwa satu nyawa saja sudah terlalu banyak.

“Tapi kami di pemerintah khususnya di kementerian kesehatan melihat bahwa satu nyawa saja meninggal buat kami udah terlalu banyak. Terlalu banyak masyarakat yang berduka. Jadi kami berpikir bagaimana caranya untuk terus memperbaiki ini?” papar Budi.

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin menyampaikan rencana penyempurnaan proses skiring kesehatan ini bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya kasus serupa pada Pemilu 2029 yang akan datang.

“Saya sedang mengkaji kita mau menyempurnakan skrining ini, saya mau ngomong sama Pak Mendagri (Tito Karnavian), Pak Kepala KPU kalau bisa sekarang aja ditandatanganinya aturan barunya. Kalau bisa skriningnya sebelum daftar," kata Budi saat konferensi pers di Kantor Kementerian Kesehatan, Senin (19/2/2024).

Baca juga: 13 Petugas Bawaslu Meninggal Dunia di Hari Pencoblosan Hingga Perhitungan Pemilu 2024

Menkes menjelaskan ke depannya skrining harus dilakukan sebelum para petugas mendaftar jadi penyelenggara Pemilu.

“Petugas Pemilu ini ada yang kerja lebih dari 12 jam, ini kan kayak tentara kopasus, kerja ini kerja khusus dan berat. Kami sebenarnya ingin mengusulkan ingin duduk dengan Pak Tito dan Pak KPU mungkin kalau bisa menjadi syarat (daftar)," jelasnya.

“Skrining kesehatan itu jadi syarat untuk bisa jadi petugas. Itu langkah pertama yang kami ingin lakukan agar mereka pas benar-benar jadi petugas kondisinya sehat. Sehingga kalau bisa kita mengenolkan (korban jiwa)," imbuhnya. 

Langkah berikutnya yang akan dilakukan, yakni mengupayakan pengecekan kesehatan berkala paling tidak setiap enam jam khusus bagi tempat pemungutan suara (TPS) yang berisiko.

“Yang kedua, itu kan mereka kerja overtime, nah kami lagi ngitung nih bisa enggak kita lakukan uji kesehatan kelilingnya itu setiap 6 jam. Nah itu kita lagi berpikir, TPS kan ada 823 ribu, kalau faskes yang dimiliki Kemenkes kan ada 10 ribu di level kecamatan. Bisa enggak satu Puskesmas di kecamatan meng-cover TPS di kecamatan itu untuk yang risiko tinggi aja dulu, enggak usah semuanya," ujarnya.

Menurutnya, pengecekan ini terbilang mudah karena risikonya sudah diketahui yakni jantung dan stroke. Maka yang dicek adalah tekanan darah, denyut jantung, atau saturasi. Pasalnya, beberapa korban meninggalnya karena masalah pernapasan.

“Tiga hal itu kan mudah alatnya ada dan semua petugas puskesmas punya. Nanti kita akan coba kita hitung bisa enggak, untuk TPS-TPS yang kita identifikasi ada petugas yang berisiko tinggi. Itu kita periksa setiap enam jam," tuturnya.

“Jadi dua hal itu, untuk skrining jadi syarat jadi petugas kemudian yang berisiko kalau bisa kita cek setiap enam jam. Jadi enggak usah sampai sakit, bagaimanapun, mencegah lebih baik dari mengobati, satu nyawa sudah kebanyakan,” pungkasnya.

 

 

 

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close