Nusantaratv.com - Dosen Program Studi Pendidikan Khusus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Leliana Lianty menjelaskan ada empat indikator utama untuk mengembangkan lingkungan belajar yang inklusif.
Indikator pertama, menurut Leliana, kepala satuan pendidikan dan pendidik harus memiliki toleransi yang tinggi terhadap keberagaman.
"Ketika pendidik dan kepala satuan pendidikan sudah punya toleransi terhadap keberagaman, biasanya pendekatan kepada lingkungan dan masyarakat akan lebih mudah," katanya di Jakarta, Selasa.
Selanjutnya yang kedua, perlu adanya kesadaran yang tinggi sebagai bangsa Indonesia mengenai Bhinneka Tunggal Ika, bahwa bangsa Indonesia tetap satu meski memiliki keberagaman yang sangat kaya.
Menurut Leliana yang ketiga adalah konsepsi tentang multikulturalisme. Tak hanya tentang suku, ras, dan agama, ia mengatakan perlu juga untuk memahami bahwa keragaman juga terjadi pada konteks kebiasaan, sosial, dan ekonomi.
Kemudian indikator keempat adalah kesiapan memfasilitasi. Menurutnya, satuan pendidikan harus memiliki kesiapan untuk memfasilitasi ragam kemampuan dan kebutuhan masing-masing peserta didik.
Termasuk jika ada anak berkebutuhan khusus, Leliana mengatakan satuan pendidikan harus siap untuk melakukan hal-hal apa saja agar anak tersebut dapat mengikuti pembelajaran dengan baik seperti teman-temannya yang lain.
"Ketika kita punya peserta didik terus kemampuannya berbeda-beda, ragamnya berbeda-beda, termasuk anak berkebutuhan khusus di dalamnya, harus siap kalau ada anak ini harus apa," ujarnya.
Mengenai penyelenggaraan pendidikan atau lingkungan belajar yang inklusif termasuk bagi anak berkebutuhan khusus, Leliana pun mengapresiasi Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kemendikbudristek yang telah menyusun Norma Prosedur Kriteria (NPK) berupa panduan atau pedoman yang tentunya akan sangat bermanfaat bagi satuan pendidikan.
"Di sana lengkap sekali. Bisa langsung klik laman resminya Paudpedia, detail sekali tentang penanganan anak berkebutuhan khusus," kata Leliana.(Ant)