Pabrik Katalis Bensin Sawit Siap Operasi, RI Bisa Hemat Devisa Rp2,9 T Tiap Tahunnya

Nusantaratv.com - 01 Februari 2024

Katalis bensin sawit. (Info Sawit)
Katalis bensin sawit. (Info Sawit)

Penulis: Mochammad Rizki

Nusantaratv.com - Pemerintah diharapkan menaikkan bea masuk (BM) impor katalis untuk produksi bahan bakar bensin berbasis minyak sawit atau crude palm oil (CPO). Karena, kata Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga, Indonesia bakal memiliki pabrik katalis sendiri, yakni dari PT Katalis Sinergi Indonesia.

Pabrik tersebut berlokasi di Karawang, Jawa Barat. Katalis sendiri, adalah material atau zat kimia yang disebut bisa mempercepat reaksi dalam proses produksi bensin sawit. 

"Setiap tahunnya industri sawit dan kimia dasar Indonesia mengimpor katalis sampai dengan US$ 190 juta dari Jerman, Amerika Serikat, China, juga India. Dalam waktu dekat, PT Katalis Sinergi Indonesia akan beroperasi. Ini hasil kerja peneliti Kelompok Keahlian Rekayasa Katalisis dan Sistem Pemroses Institut Teknologi Bandung (ITB)," ujar Sahat dalam rangkaian workshop sawit di Bandung, Rabu (31/1/2024).

"Kalau memang kita mau maju dan bisa mandiri, sebaiknya pajak impor untuk katalis itu ditingkatkan. Dana itu bisa dipakai untuk penelitian seperti yang ini. Sehingga mereka bisa lebih cepat mengembangkannya itu," imbuhnya. 

Sementara, Kepala Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis ITB Melia Laniwati Gunawan menuturkan, katalis berguna untuk mempercepat pengolahan reaksi kimia hingga jutaan bahkan triliunan kali lipat. Sehingga, produksi bisa lebih cepat serta efisien untuk produksi massal.

"Katalis bisa digunakan untuk proses produksi bensin sawit, bio avtur, oleokimia, dan lain sebagainya. 90% proses industri kimia melibatkan katalis," kata dia.

"Indonesia masih impor semua katalisnya. Oleh sebab itu kami ingin memberikan sumbangsih kepada negara, kalau bisa sampai dikomersialkan. Karena katalis bukan komoditi, di negara lain dia bikin katalis untuk keseluruhan industri kimia. Kalau mereka berhenti ekspor, maka industri kimia yang ada di Indonesia akan mati," sambung Melia.

Perihal kebutuhan katalis per tahun, Melia mengaku, pihaknya masih melakukan penelitian lebih lanjut. Ia mengatakan, ada sejumlah faktor berdampak, yang salah satunya faktor umur katalis yang digunakan.

"Misalnya, reaktornya harus diisi katalis 1 ton. Nanti bisa menghasilkan bensin sekian liter. 1 ton ini akan mati misalnya 1 bulan atau 1 tahun. Ini yang masih jadi penelitian kami," kata dia. 

"Untuk soal harga, tergantung kepada pabrik yang menawarkan. Misalnya, pabrik A menawarkan segini, tapi ternyata pabrik B bisa menawarkan lebih murah, dan lain sebagainya. Jadi ini berdasarkan tender," imbuh Melia. 

Lebih lanjut, Melia menyebut bensin sawit berbeda dengan biodiesel yang merupakan hasil campuran minyak sawit dengan solar. 

"Kalau bensin sawit itu 100% dari minyak sawit. Tapi nanti kalau ingin dapat RON (Research Octane Number) nya tertentu baru itu dicampur (dengan nafta). Karena bensa (bensin sawit) sendiri RON-nya 110-115. Tapi kita sebut rata-rata 110 lah," kata dia.

"Bensin sawit masih belum bisa dikomersialkan, karena harga keekonomiannya masih tinggi. Saat ini masih berkisar Rp20.000 per liter," lanjut Melia. 

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close