Nusantaratv.com - Mencuatnya kasus anak-anak yang mengalami gagal ginjal beberapa waktu belakangan ini merisaukan para orang tua.
Apalagi dengan banyaknya anak yang melakukan cuci darah di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Piprim Basarah Yanuarso mengatakan RSCM memiliki unit dialisis khusus anak-anak.
"Di RSCM itu ada dialisis khusus anak sementara di rumah sakit lain belum tersedia, oleh karena itu di unit khusus itu isinya anak-anak yang mengalami gangguan ginjal terminal dan dibutuhkan hemodialisis," ujar Piprim, seperti diberitakan Nusantara TV dalam program NTV Today, Rabu (7/8/2024).
Lebih lanjut, dia mengungkapkan, tidak ada laporan kenaikan kasus gagal ginjal. "Secara nasional tidak dilaporkan lonjakan kasus gagal ginjal siginifikan sebagaimana tahun lalu dimana ada kasus EG/DEG. Jadi sebetulnya kasus cuci darah pada anak ini memang sudah biasa dilakukan dan sudah sering terjadi," tambahnya.
Diketahui, pada 2022-2023 terdapat ratusan anak yang keracunan obat sirup dengan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Data pada 5 Februari 2023 terdapat 326 kasus gagal ginjal anak atau Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA).
Sebelumnya, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi DKI Jakarta mencatat sebanyak 60 anak menjalani terapi penyakit gagal ginjal di RSCM.
Proses dialisis merupakan prosedur yang menggantikan beberapa fungsi ginjal ketika ginjal tidak berfungsi normal. Proses ini terdiri dari dua yakni hemodialisis (cuci darah) dan dialisis peritoneal.
Adapun jumlah pasien hemodialisis saat ini sebanyak 30 pasien anak-anak. Banyaknya pasien cuci darah di RSCM karena merupakan rumah sakit rujukan dari berbagai rumah sakit di Indonesia serta adanya fasilitas dialisis khusus anak-anak.
Sementara itu, salah seorang ibu rumah tangga, Herawati mengatakan perlu kewaspadaan ekstra dalam penanganan kasus gagal ginjal.
"Saya juga bingung sekarang kebanyakan anak-anak cuci darah. Pengaruh signifikannya saya juga kurang paham, mungkin karena makanan. Sebab kebanyakan makan makanan siap saji, minuman yang serbuk-serbuk juga," terang Herawati.
"Jadi kalau buat penanganannya kita harus waspada ekstra. Cuman meskipun kita sudah ekstra, tetap aja kecolongan. Kita sudah masak di rumah, sudah jaga di rumah, anak-anak mainnya di sekolahan, di lingkungan tetap aja ngelihat teman-temannya jajan, pingin ikutan, jadi susah juga kalau kayak gitu," sambungnya.
Hal senada juga disampikan Yati. Menurutnya, harus lebih menghindari makanan dan minuman serba instan.
"Kalau pendapat saya mungkin sekarang kita harus menghindari kayak minuman-minuman yang instan-instan, makanan juga gitu. Karena banyak kayak gula-gulanya. Saya sebagai orang tua ngerasa sedih gitu, saya juga punya anak kecil, karena memang agak susah juga menghindarinya," tukas Yati.