NTV: Rieke 'Oneng' Ngegas di Komisi III DPR Terkait Anak Salah Tangkap: Kasus Vina Jangan Sampai Terulang di Tasikmalaya

Nusantaratv.com - 30 Januari 2025

Rieke Diah Pitaloka yang akrab disapa Oneng berbicara saat RDP dan RDPU Komisi III DPR RI dengan Polda Jawa Barat dan Polres Tasikmalaya Kota
Rieke Diah Pitaloka yang akrab disapa Oneng berbicara saat RDP dan RDPU Komisi III DPR RI dengan Polda Jawa Barat dan Polres Tasikmalaya Kota

Penulis: Ramses Manurung

Nusantaratv.com-Anggota DPR RI dari PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka yang akrab disapa Oneng menilai banyak kejanggalan dalam proses hukum yang menjerat empat anak berhadapan hukum (ABH) DW, FM, RW, dan RRP yang ditangkap dan divonis 1 tahun 8 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Tasikmalaya, Jawa Barat karena melakukan penganiayaan terhadap Muhamad Taufik dan Aji.

Hal itu disampaikan Rieke saat RDP dan RDPU Komisi III DPR RI dengan Polda Jawa Barat dan Polres Tasikmalaya Kota di Gedung DPR RI, pada Kamis (30/1/2025). 

"Pertama bahwa tanggal 23 Januari adalah di mana 4 ABH (anak berhadapan hukum) dijatuhkan pidana tadi 1 tahun 8 bulan. Menurut pandangan kami ini tidak berpegang atau belum mengacu pada undang-undang SPPA," kata Rieke Diah Pitaloka seperti diberitakan Nusantara TV. 

'Kedua majelis hakim dalam putusannya halaman dua menyatakan bahwa penyidik dan penuntut umum tidak melakukan penahanan terhadap para anak. Padahal para anak sejak tanggal 1 Desember 2024 telah dilakukan penahanan sebagaimana tertuang dalam kutipan putusan Nomor 8 Pidsus Anak 2024 PN Tasikmalaya," lanjutnya.

"Ketiga bahwa dari penetapan penahanan yang dikeluarkan oleh PN Tasikmalaya tersebut jelas bahwa majelis hakim telah melakukan penahanan sebanyak dua kali terhadap ABH akibat dibatalkannya dakwaan penuntut umum dalam perkara pidana Nomor 8 Sus Anak 2024 PNTSM dalam perkara dan ABH yang sama waktu 21 Januari. Telah terungkap di ruangan ini bahwa ini kasus dua kali untuk hal yang sama," imbuhnya.

Rieke berpandangan, bahwa majelis hakim tidak mempertimbangkan apa-apa yang terungkap di muka
persidangan secara komprehensif.

"Putusan ini terindikasi didasarkan pada keterangan saksi tunggal dari korban  Muhamad Taufik tanpa didukung bukti sah lainnya. Di mana tidak ada bukti hasil laboratorium daktiloskopi sidik jari pada alat yang dipergunakan pembacokan," ujarnya.   

"Majelis hakim terindikasi tidak mempertimbangkan proses hukum pada tahap penyidikan yang telah banyak melanggar ketentuan dalam undang-undang SPPA. Selanjutnya ada dugaan kuat penegakan hukum oleh APH (aparat penegak hukum) di Kota Tasikmalaya terindikasi dipengaruhi kepentingan adanya pihak kelompok tertentu," tambahnya.

Rieke menegaskan sangat menghormati lembaga peradilan, namun ia tak ingin kasus Vina Cirebon terulang lagi. 

"Bahkan satu anak ini sebetulnya ketika kejadian ada di Jakarta. Tapi kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Kita semua sepakat pelaku kekerasan dan dalam hal ini khususnya kasus pengeroyokan di Tasikmalaya tangkap, adili. Tapi jangan sampai salah tangkap. Ini enggak bisa didiamkan," tegasnya.

Rieke pun meminta Komisi Yudisial atas dorongan dari Komisi 3 untuk memeriksa majelis hakim tentang adanya dugaan pelanggaran etik dalam proses peradilan terhadap para anak.

"Kali kita tidak dalam proses mengintervensi putusan pengadilan. Karena siapapun tidak bisa mengintervensi. Tapi pengalaman berharga saya dengan Pak Habib ini kasus Dini Sera Ya Pak Habib. Ketika orang kecil ditindas dengan sistem hukum yang ada. Kami yakin bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa Allah yang Maha Esa tidak akan diam," pungkasnya. 

 

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close