Nusantaratv.com-Eks Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyatakan adalah sebuah kekonyolan jika ada pihak-pihak yang menolak dan ingin menghapus Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang selama ini dilakukan KPK terhadap para koruptor.
"Yang harus dipahami itu kenapa OTT itu ditakutkan? Karena memang ott itu bergeraknya dari sebuah fakta yang dikirimkan siapapun orang di luaran sana ke gedung KPK," kata Saut Situmorang dalam Dialog NTV Prime di NusantaraTV, Jumat (22/11/2024).
Saut menyebut rata-rata dalam 1 tahun ada 8000 surat terkait dugaan korupsi yang dikirimkan pihak luar ke KPK.
"Bahkan ada istri dari salah satu terduga pelaku yang mengirim informasi. Uang di kamar difoto dikirim ke KPK," ungkapnya.
Jika KPK melihat terjadi peristiwa pidana, kata Saut, KPK wajib melakukan pendalaman sampai kemudian prosesnya penyelidikan.
"Persoalannya ketika kita mendatangani piagam PBB anti korupsi. Jadi kalau menolak OTT itu sebenarnya menolak piagam PBB yang sudah ditandatangani. Itu konyol namanya," tandasnya.
Saut menjelaskan tindakan OTT itu menggunakan special equipment dan itu diakui secara internasional.
"Itu bukan mengada-ngada orang KPK. Engga ada begitu. Jadi kalau itu pun ditakutkan yang takut itu yang ketakutan saja. Kalau enggak kenapa mesti takut? Nothing to do with abuse of power. Enggak ada. Makanya di pengadilan selalu menang kan OTT. Itu sudah terbukti," bebernya.
Baca juga: Putusan DPR Pilih Pimpinan KPK dari 4 Unsur, Setara Institute: Secara Politik Kikis Independensi KPK
"Stop korupsi mulai hari ini. Sudah selesai. Kenapa mesti takut?" imbuhnya.
Saut menyatakan KPK juga intens melakukan sosialisasi pencegahan korupsi ke seluruh wilayah di Indonesia.
"Saya keliling selama saya di KPK. Seingat saya uang negara itu banyak keluar buat saya itu adalah pencegahan. Bayangin saya harus jalan dari Aceh sampai ke Papua. Tapi di Aceh temuanya kepala daerah 2 bulan kemudian kena OTT," tuturnya.
Menanggapi suara-suara yang mengatakan bahwa OTT tidak menunjukkan hasil.
Saut menerangkan Indeks Persepsi Korupsi anjlok ke 34 karena banyak faktor lain yang juga jadi penilaian, antara lain money politik, cara kita melaksanakan Pemilu, cara kita melaksanakan demokrasi, cara kita memungut cukai, cara kita memberi izin.
Saut juga membantah pernyataan yang menyebut OTT tidak sesuai KUHP.
"Lupa kali baca KUHP Pasal 1," pungkasnya.