Nusantaratv.com - Sidang lanjutan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan enam terpidana kasus kematian Vina dan Muhammad Rizky (Eky) kembali dihelat di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon, Jawa Barat (Jabar), pada Rabu (11/9/2024).
Enam terpidana itu yakni Jaya, Supriyanto, Eko Ramadhani, Eka Sandi, Hadi Saputra dan Rivaldi Aditya Wardana juga dihadirkan di ruang siding.
Mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Polri (2008-2009) Komjen Pol. (Purn) Susno Duadji mengungkapkan, jika PK Saka Tatal dikabulkan, maka PK terpidana kasus Vina lainnya juga harus dikabulkan.
"Mengapa? Karena ini adalah perbuatan bersama-sama, maka tidak mungkin yang ini (PK Saka Tata) dikabulkan, tapi yang ini enggak. Jadi itu implikasi PK yang satu terhadap PK yang lain," ujar Susno saat menjadi narasumber dalam program Dialog NTV Prime di Nusantara TV, Rabu (11/9/2024).
Dia menyebutkan seandainya PK para terpidana ini dikabulkan, maka ini merupakan momentum yang terbaik bagi aparat penegak hukum untuk melakukan perbaikan.
"Sesuatu itu ada hikmahnya walaupun kadang-kadang menyakitkan dan menyedihkan. Tapi pasti ada hikmah yang bisa diambil. Jangan sampai ada perkataan, 'oh, masih ada di zaman kemerdekaan yang lebih kejam daripada era penjajahan'. Ya, enggak apa-apa, itu fakta yang harus diakui untuk selanjutnya diperbaiki," sambungnya.
"Termasuk untuk perbaikan pelaksanaan PK ini. Karena PK sekarang ada memori PK, kemudian jaksa penuntut umum dari namanya saja sudah menunjukkan perang yakni kontra memori. Sebaiknya bukan kontra memori PK, tapi tanggapan memori PK. Kalau tanggapan itu bisa setuju, setengah setuju, tidak setuju. Tidak apa-apa, karena sama-sama tujuannya mencari keadilan," tambah Susno.
Dia mencontohkan para terpidana kasus Vina Cirebon tersebut yang diketahui tidak pernah didampingi pengacara selama proses penyidikan ketika dulu menjadi tersangka.
"Cara menolaknya, karena diajukan berdasarkan Pasal 56 harus didampingi pengacara, dijawab dengan pasal juga. Misalnya pasal sekian mengizinkan tidak didampingi. Pasal harus dijawab dengan pasal. Kemudian dibuktikan juga, tidak benar itu tidak didampingi, ini fotonya, ini orang yang mendampingi, pengacaranya ini pada pemeriksaan hari pertama dia yang mendampingi, jadi ada bukti. Artinya, orang lawan orang, surat lawan surat, pasal lawan pasal, saksi lawan saksi, bukti HP lawan bukti HP, jangan asbun (asal bunyi). Nanti orang menilai, 'kayak gini kualitas penegak hukum kita, makanya sidangnya pabaliut (awut-awutan) kayak gitu," cetus Susno.
Begitu juga ketika terpidana dipersidangan memberikan kesaksian mengaku dipukuli dan disiksa, maka pelaku harus dihadirkan. "Yang melakukan pemukulan itu dihadirkan, 'aku tidak mukul kamu, justru aku kasih kamu kopi, kasih kamu rokok, mijitin kamu', ya harus begitu," tukas Susno.