Nusantaratv.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan permintaan maaf kepada rakyat Indonesia di penghujung masa jabatannya.
Permintaan maaf itu disampaikan Jokowi dalam sambutan momen zikir kebangsaan di Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis (1/8/2024) malam.
Acara ini merupakan salah satu rangkaian "Bulan Kemerdekaan" hari ulang ahun (HUT) Kemerdekaan RI ke-79. Namun, permohonan maaf dari Kepala Negara atas kesalahan-kesalahannya selama menjabat dinilai hanya gimmick.
Politikus PDI Perjuangan Aryo Seno Bagaskoro mengatakan permintaan maaf dari Presiden Jokowi adalah hal yang baik untuk disampaikan. Namun, menurutnya, permintaan maaf tersebut harus diiringi dengan perbuatan.
"Sebenarnya kita semua ingin berpemikiran positif. Namanya di momentum seperti itu, permintaaf maaf adalah suatu hal yang baik untuk disampaikan. Tetapi alangkah lebih baik kalau permintaan maaf juga diiringi dengan perbuatan," ujar Aryo saat menjadi narasumber dalam program dialog NTV Prime di Nusantara TV, Senin (5/8/2024).
Di sisi lain, dia justru mempertanyakan permintaan maaf Jokowi terkait hal apa. "Pertanyaannya sekarang adalah minta maafnya untuk apa dulu? Bisa enggak misalnya Presiden menyampaikan list mengenai hal-hal yang dianggap kurang menurut Presiden apa saja," ucapnya.
"Sebenarnya apa sih yang diminta maafnya kepada rakyat? Persoalan apa saja? Apakah persoalan demokrasi, ekonomi, atau tentang glorifikasi IKN terus-menerus? Padahal, di situ ada banyak misalnya persoalan tanah, yang masih perlu dikomunikasikan kepada publik, serta bagaimana penyelesaiannya," tambah Aryo.
Lebi lanjut, dia menilai, permintaan maaf yang disampaikan Jokowi tersebut menjadi sangat bermakna jika diiringi dengan komitmen agar tidak mengulangi kembali kesalahannya.
"Misalnya dugaan tentang cawe-cawe. Bagaimana peristiwa di MK itu cetho welo-welo (sangat jelas sekali). Lalu kemarin di Mahkamah Agung juga terjadi pola yang serupa. Itu menjadi satu bentuk catatan kritis masyarakat," jelasnya.
Aryo menambahkan, seharusnya permintaan maaf Jokowi menjadi komitmen yang kuat agar tidak ikut melakukan cawe-cawe politik apapun sebagai Presiden maupun dengan pengaruh kekuasaan yang ada di Istana untuk tidak meng-endorse serta turut intervensi di dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) nanti.
"Biarkanlah rakyat merayakan Pemilunya sendiri. Biarkanlah rakyat menentukan Pemilunya sendiri. Itu akan lebih bermakna apabila dilakukan oleh Presiden termasuk tidak meng-endorse atau memberikan akses privilage kekuasaan kepada keluarga untuk masuk Pilkada. Saya rasa itu akan menjadi satu hal yang valuable jika diiringi dengan perbuatan semacam itu," tukas Aryo.