Nusantaratv.com - Ibunda mendiang dokter Aulia Risma Lestari, mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, kembali mendatangi Markas Polda (Mapolda) Jawa Tengah (Jateng).
Nuzmatun Malinah, ibunda dari dokter Aulia Risma, bersama adik kandungnya, dr. Nadia, didampingi kuasa hukumnya, Misyal Achmad, hadir di Mapolda Jawa Tengah untuk memenuhi panggilan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah guna memberikan keterangan tambahan terkait kematian dokter Aulia Risma.
"Tambahan, menyempurnakan laporan yang kemarin. Bukti-bukti juga sudah kita kasih, saksinya juga sudah kita kasih tahu. Cuma karena ini proses pemeriksaan awal ya kita tidak bisa terlalu terbuka," ujar kuasa hukum dokter Aulia Risma, Misyal Achmad, seperti diberitakan Nusantara TV dalam program NTV Prime, Jumat (6/9/2024).
Baca Juga: NTV Morning: Kemenkes Serahkan Hasil Investigasi Kasus Kematian Dokter Aulia Risma ke Polda Jateng
Lebih lanjut, dia mengungkapkan, kematian dokter Aulia Risma akibat diduga mengalami perundungan menunjukkan adanya masalah serius dalam sistem pendidikan di Indonesia. Kendati diakuinya secara teknis ilmu kesehatan di Tanah Air sudah sangat maju.
"Sebetulnya ini ranahnya Kementerian Pendidikan, bukan Kementerian Kesehatan. Kementerian Pendidikan yang mempunyai program. Kalau ilmu Kesehatan di Indonesia sudah cukup bagus, alat-alat kita sudah canggih, cuma sistemnya bisa dikatan bobrok," imbuhnya.
Dia menekankan Kementerian Pendidikan harus bertanggung jawab atas sistem yang dinilainya rusak. Begitu juga dengan Kepala Program Studi PPDS Anastesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang untuk bertanggung jawab.
Misyal Achmad meminta hukum tegas bagi para pelaku dan mereka yang membiarkan praktik perundungan ini terus berlangsung.
"Kalau mengajar dokter-dokter dengan cara seperti prema kayak begini bagaiman kita bisa mendapatkan dokter yang memiliki empati kepada pasien, cara bicaranya baik, tidak emosional, karena ini seperti fenomena gunung es yang berulang," jelasnya.
Pihaknya berharap seluruh pelaku dan yang membiarkan perundungan terjadi di dunia Pendidikan harus dihukum seberat-beratny. Bahkan jika bisa para pelaku dikenakan hukuman mati.