Nusantaratv.com-Jelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 pada 27 November mendatang, muncul polemik terkait para calon legislatif (caleg) di DPR RI, DPD dan DPRD yang maju Pilkada. Polemik dipicu perdebatan apakah para caleg terpilih maju Pilkada harus mundur atau tidak?
Bahkan pada 2 Februari 2024 lalu dua mahasiswa yakni Ahmad Alfarizy dan Nur Fauzi Ramadhan, mengajukan permohonan pengujian Pasal 7 ayat (2) huruf s Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam putusannya yang sama MK memerintahkan kepada KPU untuk mempersyaratkan bagi calon anggota DPR, DPD dan DPRD terpilih yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah untuk membuat surat pernyataan bersedia mengundurkan diri jika telah dilantik secara resmi menjadi anggota DPR, DPD dan DPRD apabila tetap mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Namun bertolak belakang dengan putusan MK, Ketua KPU Hasyim Asy'ari malah menyatakan bahwa caleg yang terpilih dalam Pemilu 2024 tidak wajib mundur apabila mencalonkan diri di Pilkada 2024.
Lalu bagaimana sebenarnya langkah terbaik yang harus diambil KPU terkait polemik caleg terpilih maju Pilkada harus mundur atau tidak?
Dalam Dialog NTV Prime di NusantaraTV, Senin (13/5/2024), mantan Komisioner KPU I Gusti Putu Artha menyatakan KPU harus ngotot ke DPR untuk mendukung pengajuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia (Perppu) ke Presiden agar ada payung hukum yang kuat bagi KPU dalam melaksanakan putusan MK terkait caleg terpilih harus mundur.
"Secara substansi kita ingin menegaskan proses Pilkada ini betul-betul ada kepastian hukum. Secara teknis tidak menimbulkan kerumitan karena irisan-irisan tadi. Oleh karena itu pikiran saya sebaiknya semua harus mundur,. Baik yang definitif maupun tidak" kata I Gusti Putu Artha dalam dialog yang menghadirkan dua narasumber lainnya yakni Pembina Perludem, Titi Anggraini dan Komisioner KPU Idham Holik.
Baca juga: NTV Election: Mantan Bupati Aceng Fikri Maju Lagi di Pilkada Garut Lewat Jalur Independen
"Tapi saya juga memahami posisi KPU. Saya tidak berani menjadikan pertimbangann hukum itu sebagai satu payung untuk kemudian mengubah peraturan KPU dengan dasar konsultasi. Harus amar yang dijadikan dasar," imbuhnya.
Menurut Ketua KPU 2007-2012 itu harus ada landasan hukum selevel Undang-undang yang memberi guidance (panduan) sehingga KPU nyaman.
"Konsultasi ke DPR ya. Tapi kalau produknya hanya peraturan KPU akan lemah. Harus Perppu. KPU harus menjelaskan ke Komisi II soal maping yang akan terjadi di lapangan. KPU harus ngotot ke DPR untuk merapikan pekerjaan mereka sendiri. Jangan jadi bemper," tandasnya.
Komisioner KPU Idham Holik mengatakan sesuai sistem dan aturan yang berlaku pihaknya terlebih dahulu akan melakukan konsultasi ke DPR RI.
"Dalam waktu dekat kami akan konsultasi ke DPR," kata Idham Holik.
Sementara Pembina Perludem menyatakan putusan MK bersifat final and binding sehingga otomatis berlaku. Atas dasar itu, KPU tidak perlu takut untuk melaksanakan amanat MK.