NTV Prime: Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Susno Duadji: Polisi Menangkap Dulu Baru Cari Bukti, Ini Teori Dari Mana?

Nusantaratv.com - 02 Juli 2024

Mantan Kabareskrim Polri Komjen Pol (Purn) Susno Duadji saat menjadi narasumber dalam program dialog NTV Prime di Nusantara TV, Senin (1/7/2024).
Mantan Kabareskrim Polri Komjen Pol (Purn) Susno Duadji saat menjadi narasumber dalam program dialog NTV Prime di Nusantara TV, Senin (1/7/2024).

Penulis: Adiantoro

Nusantaratv.com - Sidang praperadilan gugatan penetapan tersangka Pegi Setiawan dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon, pada 2016, dihelat di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jawa Barat (Jabar), pada Senin (1/7/2024).

Pihak pemohon yakni tim kuasa hukum Pegi Setiawan dan termohon yakni Polda Jabar hadir di ruang sidang. Sidang dipimpin hakim tunggal Eman Sulaeman. 

Tim kuasa hukum Pegi Setiawan mengatakan kliennya diduga menjadi korban salah tangkap oleh Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat dalam pembacaan gugatan sidang praperadilan. 

Kuasa hukum Pegi Setiawan juga menyebut Polda Jabar tidak memiliki cukup bukti yang kuat untuk menetapkan kliennya sebagai tersangka pembunuhan Vina Dewi Arsita (Vina) dan Muhammad Rizky (Eky), dalam peristiwa delapan tahun silam.

Mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol (Purn) Susno Duadji menilai, Polda Jabar tidak menggunakan scientific crime investigation dalam pengungkapan perkara pembunuhan Vina dan Eky. 

"Kapolri (Jenderal Listyo Sigit Prabowo) pada amanat resmi yang disampaikan oleh Wakapolri (Komjen Agus Andrianto) saat Yudisium PTIK mengatakan pentingnya pengusuatan perkara dengan scientific crime investigation. Khusus untuk Polda Jabar, jelas mereka tidak menggunakan scientific crime investigation," ujar Susno saat menjadi narasumber dalam program dialog NTV Prime di Nusantara TV, Senin (1/7/2024).

Lebih lanjut, dia mengatakan, penyidikan yang dilakukan Polda Jabar pada 2016 tidak profesional karena Polda Jabar tidak melakukan penyidikan sesuai dengan definisi penyidikan.

"Definisi penyidikan itu adalah upaya membuat terang suatu peristiwa pidana menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang dengan mengumpulkan bukti. Kalau pidana, siapa pelakunya? Nah, untuk pelaku ini jangan ditangkap dulu, tetapi cari buktinya dulu. Setelah lengkap, syukur kalau minimal dapat dua hingga empat alat bukti, baru tangkap orangnya, karena ini bukan tertangkap tangan. Tapi pada peristiwa 2016, termasuk juga 2024, dalam menangkap Pegi Setiawan, kaidah-kaidah penyidikan itu diamburadulkan, kacau balau." 

"Tangkap dulu, baru cari alat bukti. Ini teori dari mana? Yang mengajarkan siapa dan yang dapat malunya siapa? Kalau ini ternyata salah, tidak bisa melengkapi alat buktinya, saya yang pensiunan ini malu juga. Jangan-jangan orang mengatakan 'wah ini pasti perbuatan seniornya, yang ngajarin seniornya'," imbuh Susno.

"Kaidah-kaidah penyidikan diinjak-injak, kecuali kalau tertangkap tangan, ya silahkan kalau tertangkap tangan, siapapun boleh menangkap, baru nanti cari saksi, tapi ini bukan tertangkap tangan. Kejadian tanggal 27 (Agustus 2016), lalu ditangkap tanggal 30," jelas Susno.

Disebutkannya, apakah upaya paksa yang dilakukan Polda Jabar dalam menangkap Pegi Setiawan tersebut sah atau tidak.

"Apa upaya paksa itu, yakni menangkap, menahan, menyita, sangat gampang sekali. Nah untuk sahnya, apakah penyitaan barang bukti sepeda motor dan sebagainya, barang tidak bergerak, telah sesuai dengan ketentuan dalam hukum acara pidana? Bagaimana cara menyita barang tidak bergerakah, izin penetapan pengadilannya kapan harus diminta. Jangan-jangan sampai sekarang itu tidak ada. 'Oh ada berita acaranya'. Berita acara itu bukan penetapan. Kemudian harus jelas juga apa sebabnya disita barang bukti tersebut. Belum tentang menentukan dia sebagai tersangka. Apa dasar menentukan tersangka?" 

"Jangan terlalu berpedoman pada saksi. Karena saksi itu manusia. 1000 saksi bisa kompak, dia bisa mengatakan sesuatu yang hitam dikatakan putih, yang putih dikatakan hitam. Saksi itu baru berharga apabila didukung alat bukti lain misalnya alat bukti forensik, foto, video dan lainnya. Ini justru yang tidak mereka garap. Contohnya adalah ada enam CCTV dalam berita acara putusan pengadilan belum dibuka. Alasannya di Cirebon tidak ada alatnya. Kalau di Cirebon tidak ada alat yang bisa membuka, ya di Bandung. Di Bandung tidak ada, bisa di Jakarta. Kalau di Jakarta juga tidak bisa, ya di luar negeri, karena ini nyawa manusia, jadi CCTV itu harus dibuka."

"Kemudian alat bukti lainnya HP (handphone). Ada 6 HP yang disita. Apa pembicaraan Pegi, apa pembicaraan Vina, apa pembicaraan yang lain. Dan ada di keterangan, bukan saya ngarang, keterangan saksi anak buahnya Rudiana (ayah Eky). Anak buah Rudiana itulah yang mengambil serta mengamankan CCTV. Kenapa tidak dibuka? Atau takut dengan yang ada di dalamnya. Orangnya masih ada, polisinya masih ada kok, buka saja ini," tukas Susno.

 

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close